SiaranDepok.com – Dalam hidup bersosialisasi antar sesama, saling memberi dan menerima merupakan hal yang kerap terjadi di dalam hidup. Jika ada rezeki lebih, tidak heran kadang kita ingin berbagi kepada sesama sebagai hadiah. Namun, dalam agama Islam, menerima dan memberi hadiah juga tidak boleh sembarangan.
Berikut penjelasannya dikutip dari Buku Fikih Akhlak karya Syekh Mustafa Al Adhawy Nabi menerima hadiah, baik dari orang muslim atau orang kafir.
Beliau juga menerima hadiah dari wanita, sebagaimana beliau menerimanya dari laki laki. Beliau juga menyarankan umatnya agar saling memberi hadiah. Sebagaimana beliau menerimanya dari laki laki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sebuah hadits disebutkan dari Aisyah, “Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ternyata, dalam hal hadiah pun, dalam Islam, sudah ada syariat yang tertuang. Dalam syariat Islam, saat mendapatkan atau diberi sesuatu dari seseorang yaitu berupa hadiah maka, menolak hadiah ini bukanlah hal yang dianjurkan. Beberapa hal berikut terkait dengan hadiah: Pertama, anjuran memberi hadiah. Nabi menganjurkan memberi hadiah walaupun sedikit. Nabi bersabda: “Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga memandang rendah pemberian tetangganya, walaupun hanya kaki kambing. (HR. Bukhari).
Maksudnya adalah Nabi menganjurkan seorang wanita agar memberikan hadiah kepada tetangganya dan bermurah hati dengan sesuatu yang mudah.
Kedua, anjuran menerima hadiah. Dari Abdullah ibn Mas’ud, Nabi bersabda: “Datangilah orang yang mengundang kalian jangan menolak hadiah dan jangan memukul orang – orang muslim.” (HR . Bukhari, al Adab al Mufrad).
Nabi sering menerima hadiah, sedikit atau banyak. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, Jika aku diundang untuk makan kaki atau paha kambing, tentu aku memenuhinya. Jika aku diberi hadiah kaki kambing atau paha kambing, tentu aku menerimanya.” (HR . Bukhari).
Ketiga, menerima hadiah dari wanita bagi laki-laki. Rasulullah juga menerima hadiah dari kaum wanita.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata , “Ummu Hufaid, bibi Ibnu Abbas, memberi hadiah kepada Rasulullah berupa keju, minyak samin dan kadal. Kemudian Nabi memakan keju dan minyak samin dan meninggalkan kadal, karena merasa tidak suka. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada hadist di atas ada hukum bahwa orang yang memberi hadiah lalu pemberiannya ditolak, seluruhnya atau sebagiannya karena alasan tertentu maka jangan bersedih. Sebaiknya pemberi hadiah bisa memaafkan orang yang menolak hadiahnya, jika alasan menolaknya jelas.
Keempat, dilarang mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan. Satu keburukan jika memberi hadiah kepada seseorang, kemudian menarik kembali hadiah itu. Lebih baik tidak memberi hadiah sama sekali daripada memberi tapi menarik kembali.
Nabi bersabda: “Orang yang menarik hadiahnya bagaikan anjing yang menjilat muntahnya. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima, anjuran saling memberi hadiah antara suami dan istri. Hadiah antara suami dan istri mempunyai pengaruh positif dalam mengokohkan dan menumbuhkan rasa cinta. Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 4, yang memiliki arti: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.
Jadi, jika seorang wanita rela memberikan sebagian dari mas kawin kepada suaminya, maka tidak ada larangan bagi suami untuk menerimanya dan memakannya. Makanlah dengan senang. Bahkan, Buya Yahya pernah menjabarkan hal berikut bahwa menolak hadiah ternyata hukumnya adalah makruh. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bisa menjadi haram jika keadaannya menjadikan sebab orang tersebut sakit karena penolakan.
