Siarandepok.com – Setiap terjadi peristiwa atau berita yang menjadi buah bibir di masyarakat, akan selalu ada reaksi dari para netizen atau warganet, utk menanggapi, mengomentari, atau menyikapinya.
Ragam bentuk menanggapi dan mengomentarinya, ada yg positif dan ada pula yg negatif. Ada yang menasihatinya, ada pula yg marah, mengejek, dan memakinya. Ada yg mendukung, ada pula yg menentangnya.
Istilah warganet atau netizen berasal dari kata warga (citizen) dan Internet yang artinya “warga internet”. Kata tersebut menyebut seseorang yang aktif terlibat dalam dunia maya atau Internet pada umumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Acapkali kita mendengar kabar tak sedap ttg suatu permasalahan, yang dianggap sebuah penyimpangan. Ketika kabar itu viral dan menjadi perbincangan hangat netizen, baru kemudian menjadi perhatian para pemangku jabatan. Masalah pun diselesaikan dg cepat dan tuntas.
Tapi ternyata, banyak pula netizen yg mendukung penyimpangan, kesesatan, dan ketidakpantasan. Netizen pun terbelah menjadi dua kubu yg berseberangan, antara kubu kebenaran dan kubu kebatilan.
Itulah sebabnya, tak bisa dikatakan suara netizen adalah suara kebenaran.Juga tak bisa dikatakan, suara netizen sbg suara yg patut disalahkan. Masing2 punya cara pandangnya sendiri2. Lalu kepada siapa suara yg bisa diterima dan dijadikan pegangan sebagai bahan pertimbangan?
Kalo menurut saya, ada saatnya kita menjadi pendengar, menyimak kedua pandangan yg berbeda. Tak perlu menimpali kemarahan dg amarah. Tak perlu membalas ejekan dg celaan. Juga tak perlu memberikan reaksi yg berlebihan. Karena ya begitulah dunia maya, diciptakan utk memancing kegaduhan dan kemarahan. Diciptakan utk memunculkan pro dan kontra. Diciptakan utk menimbulkan sensasi dan kehebohan.
Apa yg diucapkan, ditulis dan disikapi netizen ttg sesuatu adalah cermin dari tabiat dan perangai seseorang atau yg bersangkutan dlm menyikapi masalah. Ada yg bersikap tenang, netral, bijak, masa bodo, ada pula yg grasak grusuk, kasar, temperamental, dan suka mencari keributan.
Ketika ruang bicara tak tersalurkan dg baik, atau ketika ruang aspirasi dan ekspresi tak terwadahi dg benar, atau ketika tak punya sahabat karib atau keluarga terdekat utk mendengar curahan dan jeritan hatinya, maka media sosial mjd tumpahan dan pelampiasannya.
Antara eksistensi, ingin diperhatikan, ingin didengarkan, membuatnya harus mjd pusat perhatian. Agar suaranya tak bising di ruang hampa dan gelap.
Netizen memang bukan pendamping jalan hidupmu. Karena netizen punya masalahnya sendiri. Netizen juga tak selalu benar memberikan arahan. Tapi netizen yg cerdas berdigital akan berbagi pengalaman, memberikan dorongan dan gagasan utk kita mlk yg terbaik. Memberikan pilihan pilihan mana kebaikan dan mana keburukan. Juga bisa mencegah kita dari perilaku pongah, rasa angkuh dan sikap takabur. Juga bisa mengatasi dari rasa takut, sedih dan putus asa.
Tapi netizen yg bodoh dan tak berilmu, akan membuat kita mjd pribadi yg mudah marah, ngomel sendiri, puas kalo sdh nengejek, dan orgasme kalo melihat org lain menderita dan jatuh.
Maka jadilah diri sendiri. Menjadi netizen yg menginspirasi orang lain dalam hal kebaikan, saling tolong menolong, saling memberikan semangat dan kebahagiaan. Itulah Netizen yg ideal dan mjd teladan.
Sumber:ades satria
