Oleh: Handoko Nawawi (Ketua Gerakan Literasi Terbit Regional Tangerang)
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai kontroversi dari banyak kalangan.
Di tengah polemik tersebut, hal yang dikhawatirkan adalah mengenai pereduksian terhadap Pancasila serta kebangkitan komunisme.
Secara historis, kita tahu hal-hal tersebut selalu menjadi isu yang mudah memancing emosi berbagai kelompok masyarakat. Karena menjadi isu yang sangat sensitif dan emosional, maka menjadi mudah untuk ditunggangi melalui narasi-narasi provokatif yang bisa memecah belah masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Isu-isu yang menyangkut tentang Pancasila, komunisme dan paham khilafah merupakan hal yang menjadi momok bagi banyak kalangan. Terutama isu Pancasila, yang sudah menjadi dasar negara sejak sebelum kemerdekaan Indonesia. Sudah semestinya rakyat Indonesia mengawal eksistensi Pancasila, namun perlu diingat bahwa nilai-nilai Pancasila jangan sampai hilang di tiap sanubari masyarakat, sehingga tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tak benar.
Maka, di tengah situasi ini, hal paling penting yang mesti sama-sama kita perhatikan pertama adalah selalu menjaga kesiagaan dan kewaspadaan dalam menyikapi setiap isu, kabar, atau narasi yang berkembang. Agar kita bisa tetap siaga dan waspada di tengah kondisi ini, maka harus memperhatikan berbagai hal berikut:
Pertama, pentingnya cerdas dan berpikir kritis dalam mengonsumsi berita. Hal ini menjadi kunci utama terutama di tengah era digital dan sosial media saat ini.
Betapa banyak gerakan hingga konflik dan aksi-aksi kekerasan pecah hanya karena suatu kabar berita provokatif yang tak jelas sumber dan datanya. Jadi, sikap kritis dalam mengonsumsi informasi di tengah situasi saat ini sangat penting agar kita bisa terhindar dari berbagai jenis provokasi dan adu domba.
Kedua, selalu berpikir jernih. Jika berpikir kritis menjadi bekal secara intelektual, maka kejernihan pikiran menjadi bekal kita secara emosional. Emosi yang sedang dikuasi amarah, kecurigaan, pikiran negatif, dan kebencian, tentu lebih mudah terbawa provokasi dan hoaks ketimbang kondisi emosi yang jernih. Oleh karena itu, dalam membangun kesiapsiagaan dan kewaspadaan dari berbagai isu, sangat penting untuk menjaga kesehatan emosi kita agar selalu berpikir positif dan jernih, agar bisa memaknai setiap informasi dan kejadian apa pun secara bijak, hati-hati, dan proporsional.
Ketiga, menguatkan ikatan persatuan, solidaritas, dan persaudaraan. Ini adalah “jiwa” khas bangsa Indonesia. Semangat untuk saling menghormati, saling peduli, dan bersaudara adalah “jimat” yang akan melindungi masyarakat dari berbagai ancaman konflik dan perpecahan. Dengan semangat persatuan dan persaudaraan, kita akan selalu diingatkan bahwa kita adalah satu bangsa yang harus saling menghargai, gotong royong, bersatu, dan bekerja sama, bukan malah saling membenci, bertikai, dan bermusuhan.
Ketiga hal tersebut menjadi pondasi rakyat Indonesia yang harus terus dipupuk dan dijaga kesuburannya. Terutama kalangan muda yang memikul beban berat Indonesia ke depan untuk menjadi bangsa yang dihargai dan dihormati. Sangat banyak perbedaan di negeri ini, tetapi kita tetap mampu mempertahankan kedamaian serta mampu menghadapi berbagai ancaman perpecahan.
Hal ini yang menjadikan Bangsa Indonesia disegani oleh dunia.
Oleh karena itu, ketika muncul polemik dan kontroversi apa pun, kita harus selalu siap siaga dari berbagai bentuk provokasi dan adu domba, dan memastikan bahwa bagaimana pun kita tetap bersaudara dan teguh menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, bersama tolak dan lawan berita hoax seputar RUU HIP demi internalisasi dan aktualisasi paham ideologi Pancasila.