Siarandepok.com – Anjloknya harga ayam saat ini dinilai peternak broiler bahwa pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan lembaga terkait tidak mampu melakukan tugasnya untuk sejahterakan rakyat. hal ini bukan tidak beralasan, peternak sudah keluhkan dan melaporkan permasalahan ini keperintah dari tahun lalu, akan tetapi sampai saat ini belum ada solusi dan bahkan dibiarkan begitu saja.
“Ini permasalahan sebenarnya sudah dari dulu, tetapi pemerintah tidak mencari jalan keluar dan cenderung dibiarkan. Kementan selama ini hanya memberi janji-janji dan tak pernah ada realisasi,” ujar salah satu peternak bernama Guntur Rotua saat ditemui di Kementerian Pertanian Jakarat, Selasa (19/6/2019).
Guntur mengatakan, permasalahan sebernanya saat ini adalah tidak adanya aturan batas atas dan bawah harga farm gate, dan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha peternak, sehingga hal ini dimanfaatkan peternak besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kondisinya dengan performa produksi yang bagus pun Peternak broiler rugi. Karena terjadi ketimpangan input harga bibit ayam dan pakan ayam. Dengan perusahaan besar terintegrasi. Sampai sekarang total 10 bulan harga live bird (broiler) dibawah harga pokok produksi (HPP). Kalau belum kehilangan asset karena disita integrator kami terjebak dalam utang yang lebih dalam,” keluhnya.
Lanjut guntur, permasalahan lainya adalah dengan adanya sistem kuota Grand Grand Parent Stock (GPPS) justru menjadi alat oligopoli dan kontrol pabrikan besar terhadap peternak rakyat.
“Harga Pokok Produksi (HPP) Kami Rp 18.000 tapi harga jual ayam di kandang bisa Rp 9000. Integrator melakukan predatory pricing untuk membunuh peternak rakyat,”ungkapnya.
Peraturan Menteri Pertanian (permentan) Nomor. 32 Tahun 2017, juga dinilai guntur aturan banci. pasalnya aturan ini tidak bisa mengontrol permasalahan peternakan saat ini.
Ia berharap, Presiden lakukan evaluasi terhadap kinerja kementan dan team asistensinya. Selanjutnya menerbitkan Peraturan presiden (pepres) yang melindungi peternak rakyat. Untuk mengganti Nomor 32 tahun 2017.
Ia juga meminta pemerintah segera membuat peraturan presiden tentang batas atas dan bawah harga farm gate, dan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar sebagai pengganti peraturan menteri perdagangan (Pemendag) Nomor 96 tahun 2018.
“Aturan ini penting sebagai evaluasi terhadap sistem kuota GPPS yang justru memperkuat oligopoli olah 4 perusahaan besar saja. Karena kuota GPPS ini justru menjadikan input harga DOC dan harga pakan antara peternak rakyat dan perusahaan terintegrasi menjadi semakin besar. Sehingga persaingan bisnisnya menjadi makin tidak adil. Dengan performa produksi yang sama kami tidak bisa melawan HPP integrator,” tutup Guntur.