Siarandepok.com – Nyamuk Aedes Aegypti terus mengalami mutasi fisiologis dan fisik. Akibatnya, nyamuk itu kian sulit diketahui keberadaannya, tanpa penanggulangan serentak. Penularan demam berdarah makin sulit ditangkal.
Budi Haryanto dari Pusat Penelitian Perubahan Iklim UI (RCCC UI) memaparkan, iklim dan cuaca memengaruhi beberapa jenis penyakit. Peningkatan suhu dan perubahan intensitas curah hujan memengaruhi langsung Aedes Aegypti – vektor pembawa virus penyebab demam berdarah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemanasan global memengaruhi siklus hidup nyamuk Aedes. Siklus hidup Aedes Aegypti sebelumnya 12 hari dari lahir hingga nyamuk dewasa. Dengan terjadi kenaikan suhu, nyamuk jadi dewasa dalam 7 – 9 hari. Akibatnya, ukuran nyamuk Aedes dewasa kini lebih kecil dibandingkan dulu.
Karena ukuran tubuh lebih kecil, bobot tubuh Aedes lebih ringan sehingga daya jelajahnya lebih jauh. Jika dulu jarak terjauh terbang lurus sekitar 120 meter, kini jadi 140 meter. Sekali terbang, nyamuk berputar-putar di radius 30 meter sekitar manusia atau hewan karena tertarik bau manusia atau hewan.
Nyamuk Aedes hanya aktif menggigit saat udara hangat, pada pagi dan sore hari. Mereka aktif makan (menggigit) pukul 07.00 – 10.00 dan pukul 15.00 – 17.00. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan minum darah manusia. Nyamuk jantan mengonsumsi embun.
Di siang hari, manusia jarang memburu nyamuk karena sibuk beraktivitas. Di malam hari, manusia biasanya bersantai sehingga bisa memburu nyamuk penggigit. Selain itu, ukuran kecil nyamuk menyebabkan sukar dilihat dan bekas gigitan pun kecil, tak menyebabkan bentol.
Nyamuk tersebut makan 3 – 5 hari sekali. Selama beristirahat, nyamuk betina memproduksi telur. Setelah bertelur hingga 100 butir, ia mengisap darah lagi.
Kepala Laboratorium Dengue, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Tedjo Sasmono, di Jakarta mengatakan, ada beberapa faktor yang memengaruhi infeksi dan penyebaran DBD, antara lain nyamuk Aedes sebagai penular DBD atau vektor penyakit. Berikutnya faktor virus dengue dan manusia sebagai penderita.
Dari faktor nyamuk, perkembangbiakannya dipengaruhi berbagai hal, misalnya iklim, resistensi insektisida, dan lingkungan lainnya. Curah hujan yang tinggi namun dalam waktu singkat diselingi beberapa hari tanpa hujan seperti saat ini memudahkan nyamuk berkembang biak dibandingkan curah hujan tinggi yang berlangsung lama.
Saat curah hujan sangat tinggi, tempat perindukan nyamuk cenderung selalu terlimpas air hujan dan tidak memberikan kesempatan jentik nyamuk untuk berkembang menjadi dewasa.
Selain itu, adanya resistensi nyamuk terhadap insektisida yang biasa digunakan untuk pengasapan juga menjadi faktor penghambat usaha pengendalian nyamuk Aedes. Faktor kebersihan lingkungan yang rendah, misalnya dengan banyaknya sampah dan barang bekas yang bisa menampung air hujan, bisa juga memicu ledakan jumlah nyamuk Aedes yang selanjutnya mempermudah penyebaran DBD.
Penulis : Dian Mutia Sari
Editor : Faisal Nur Fatullah