JAKARTA- Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah membuktikan sebagai benteng ekonomi dalam berbagai kondisi negara termasuk saat Krisis Moneter tahun 1998/ 1999. UMKM mendominasi jumlah pelaku usaha Indonesia sampai 99,9% dan bahkan sebagai penyumbang dominan atas Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 60, 34%. Selain itu UMKM juga mendominasi penyerapan tenaga kerja yang mencapai 97%.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo menilai ada 3 (tiga) kelemahan utama UMKM nasional yaitu Kompetensi, Jaringan Pasar, dan Permodalan.
“Pemerintah telah memberikan berbagai kemudahan dan regulasi yang cukup baik kepada pelaku UMKM nasional, antara lain bimbingan, berbagai subsidi, kemitraan, penurunan pajak dan bahkan permodalan baik melalui Perbankan/ Lembaga Keuangan, maupun melalui pihak – pihak lainnya,” Jelas Eddy, di Jakarta, jumat (30/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, terkait dalam hal permodalan, Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/ 22 /PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012, dengan Peraturan Perubahan Nomor 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015, telah menyatakan bahwa Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM atau rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh persen) di tahun 2018 ini.
“Ini merupakan suatu bukti juga bahwa Pemerintah melalui Bank Indonesia sangat peduli kepada pelaku UMKM Nasional,” tuturnya.
Ketua Lembaga Pengembangan Usaha Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Raden Teddy mengatakan, Sementar Bank Indonesia akan memberikan sanksi bagi perbankan yang tidak mencapai ratio penyaluran kredit kepada UMKM minimal 20% sampai dengan akhir 2018, dimana Bank Umum/ Syariah wajib menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat Kredit atau Pembiayaan UMKM dengan jumlah paling besar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
“Dari data yang dijabarkan diatas, dimana ratio dihitung berdasarkan perbandingan posisi Baki Debet kredit UMKM terhadap Baki Debet Penyaluran Kredit kepada pihak ketiga bukan bank, maka terlihat bahwa tidak ada sedikitpun upaya perbankan didalam meningkatkan/ memenuhi ratio kredit kepada UMKM sesuai yang ditargetkan oleh Bank Indonesia / Otoritas Jasa Keuangan,” jelasnya.
Teddy bilang, Perbankan Nasional tidak memiliki kepedulian kepada pelaku UMKM, dimana sejak diberlakukannya aturan pembiayaan kepada UMKM dengan ratio minimal 20% harus tercapai pada tahun 2018, malah posisi terakhir rationya lebih kecil dibanding ratio kredit UMKM pada tahun 2013.
“Sementara tuntutan dunia usaha kedepan, agar perbankan meningkatkan ratio kredit kepada UMKM setidaknya 40% dari total kredit yang dikucurkan,” lanjut Raden Teddy.
Ketum Kadin mengatakan dia berharap Bank Indonesia/ OJK, agar segera melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja perbankan nasional, dan memberikan sanksi yang lebih berat apabila tidak peduli kepada pelaku UMKM.
“Sebab UMKM ini merupakan tonggak perekonomian kita,” tukasnya.