JAKARTA – Kunci meningkatkan ekspor furnitur adalah dengan mengikuti dan memenuhi selera pasar. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo mengatakan, jika para pengusaha mampu menyesuaikan selera pasar, maka produk-produknya akan banyak diminati pembeli.
“Untuk merebut dan memenangkan pasar global produk furnitur, para pengusaha harus mengikuti dan memenuhi selera pasar,” ujar Eddy di Kadin Indonesia, Senin (29/10).
Menurutnya, ketersediaan bahan baku untuk memproduksi furnitur di Indonesia menjadi kelebihan yang tidak dimiliki oleh negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kelebihan bahan baku yang menjadi kekuatan produksi furnitur Indonesia ini harus didukung dengan nilai tambah produk,” kata Eddy.
Eddy juga mengajak para pelaku industri furnitur untuk dapat saling bertukar pikiran untuk memajukan ekspor, khususnya ke pasar-pasar nontradisional seperti Afrika, Euroasia, Timur Tengah, Asia Selatan termasuk ke tetangga dekat ASEAN.
Ia memastikan, pemerintah memfasilitasi para pelaku usaha dengan membuka pasar baru melalui perjanjian perdagangan dengan negara-negara lain.
“Pemerintah terus memfasilitasi para pelaku usaha untuk meningkatkan ekspor produk-produk unggulan Indonesia. Sinergi pemerintah dan para pelaku usaha penting untuk dilakukan agar target ekspor bisa tercapai,” sebut Eddy.
Eddy yakin, jika hal tersebut berjalan maka pertumbuhan ekspor furnitur akan terus meningkat. Selain bahan baku melimpah, hasil karya pengrajin Indonesia pun telah diakui dunia.
Meski begitu, Eddy menekankan bahwa produk furnitur yang diproduksi secara massal harus menunjang aspek presisi dan efisiensi sehingga harganya mampu bersaing di pasaran.
Data pada 2017 mencatat nilai ekspor furnitur kayu, rotan, dan bambu sebesar 1,36 miliar dollar AS. Adapun pada 2018 hingga Agustus 2018, ekspor furnitur tercatat sebesar 1,09 miliar dollar AS atau meningkat 2,75 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2017.
Adapun negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor furnitur Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, dan Jerman. Ekspor furnitur Indonesia ke lima negara tersebut berkontribusi lebih dari 64 persen ekspor furnitur di tahun 2017, sehingga negara-negara tersebut tergolong dalam kategori pasar tradisional.
Per 25 Oktober 2018, furnitur merupakan produk dengan transaksi terbanyak urutan ke-11 dengan nilai 12,26 juta dollar AS. Di samping itu, sejumlah perwakilan perdagangan juga menginisiasi berbagai kerja sama dagang antara pelaku usaha di negara akreditasinya dengan pengusaha furnitur Indonesia.
Eddy mengatakan, perang dagang antara AS dengan China harus dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor dan memasuki pasar baru melalui berbagai perjanjian perdagangan. Saat ini, China masih memimpin kancah ekspor furnitur dunia dengan pangsa pasar lebih dari 30 persen dan AS lebih dari 40 persen. Sehingga sangat mungkin apabila furnitur Indonesia turut meramaikan pangsa pasar global.
“Peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik dengan tetap menjunjung prinsip keterbukaan dan daya saing. Kita harus hadir dengan produk yang bernilai tambah tinggi dari bahan terbaik,” pungkas Eddy. (FKV)