JAKARTA – Kurs rupiah dibuka menguat pada perdagangan pembukaan Selasa (16/10) pagi. Berdasarkan data Bloomberg, penguatannya sebesar 20 poin atau menguat 0,13 persen ke posisi Rp 15.200 per dolar AS.
Namun, sekitar pukul 09.00 WIB, penguatan laju rupiah tak bisa dipertahankan. Mata uang Garuda tersebut bergerak ke posisi Rp 15.214 per dolar AS. Kemudian pada pukul 10.00 WIB, laju rupiah terus melemah. Pelemahannya sebesar 0,02 persen atau 2,3 poin ke posisi Rp 15.222 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.206 per dolar AS. Meski masih di Rp 15.200 per dolar AS, namun nilai tersebut menguat dibandingkan level kemarin di Rp 15.246 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo mengatakan, data inflasi Amerika Serikat pada September 2018 yang tercermin dari indeks harga konsumen (CPI) lebih rendah dari estimasi para pelaku pasar.
“Data AS itu menahan laju mata uangnya terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah,” katanya ditemui di Kadin Indonesia. Kamis (18/10).
Menurut Eddy, pelemahan rupiah kemarin disebabkan sentimen dari eksternal, seperti kenaikan suku bunga The Fed, kenaikan tarif bea masuk impor sebesar 10 persen yang dikenakan AS kepada produk asal China. Selain itu, defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$1,02 miliar .
“Ini faktor eksternal yang bertubi-tubi. Saya kira yang paling penting kita harus waspada, kita harus tetap hati-hati,” ujar Eddy.
Kini dalam penguatan rupiah kembali, menurutnya, pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, dan para pelaku usaha.
“Begitupun Kadin, yang akan terus membantu para pelaku UKM dalam mengembangkan bisnis mereka terutama UMKM yang ada di daerah-daerah,” tutur Eddy.
Eddy menjelaskan, koordinasi yang kuat adalah kunci, jadi segera memperbaiki transaksi berjalan dengan menggenjot ekspor dan investasi di dalam negeri merupakan kunci yang paling tepat.
“Dengan investasi dan ekspor yang meningkat, kita bisa menyelesaikan defisit transaksi berjalan, kalau ini selesai, itu akan menyelesaikan semuanya,” ujar Eddy.
Presiden Jokowi telah melakukan beberapa upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan menurut Eddy, yakni menerapkan 20 persen biodiesel atau B20, yang diyakini dapat mengurangi impor minyak cukup besar.
Selain itu, pemerintah juga telah mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) kepada perusahaan BUMN. (FKV)