Oleh Dr. Hariyadi, M. Pd
(Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Jamiat Kheir Jakarta)
Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2025 menjadi momentum refleksi terhadap kondisi nyata yang dihadapi para pendidik di Indonesia. Dr. Hariyadi, M.Pd., menyampaikan pandangannya mengenai ironi nasib guru, krisis moral di dunia pendidikan, dan pentingnya membangun kembali penghormatan dan kesejahteraan bagi guru sebagai pilar utama kemajuan bangsa.
Dalam pandangannya, Dr. Hariyadi menyebut bahwa profesi guru masih belum menerima perhatian yang layak. Guru adalah pilar peradaban, namun realitas yang mereka hadapi masih memprihatinkan.
Banyak guru di pelosok negeri harus mengajar dengan fasilitas terbatas, melintasi medan yang tidak mudah, dan menerima gaji yang jauh dari layak. Status guru honorer masih menjadi luka panjang, dengan pendapatan yang kadang tidak lebih dari ratusan ribu rupiah per bulan.
“Negeri ini dibangun dari ilmu yang mereka ajarkan. Namun penghargaan terhadap guru justru sering berada di barisan paling belakang,” ujarnya.
Dr. Hariyadi mencermati meningkatnya kasus kriminalisasi guru di berbagai daerah. Ketika menjalankan tugas mendidik dan mendisiplinkan, guru justru berisiko dilaporkan dan dituntut secara hukum.
Fenomena ini membuat guru merasa tidak aman dalam menjalankan fungsi pendidikan karakter, karena khawatir dipersoalkan oleh sebagian orang tua atau siswa.
Selain masalah kesejahteraan, Dr. Hariyadi menyoroti kemerosotan sikap sebagian pelajar terhadap guru.
Hari ini masih dijumpai siswa yang berkata kasar, membantah, bahkan berani meninggikan suara kepada guru tanpa rasa hormat. Kondisi ini menunjukkan adanya krisis adab dan kegagalan pendidikan karakter.
“Tidak ada ilmu yang melekat pada hati yang congkak. Sopan santun terhadap guru adalah pintu keberkahan,” ujarnya.
Hingga kini, banyak guru harus menjalani pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Ketika guru masih bergulat dengan persoalan ekonomi, harapan terhadap pendidikan berkualitas menjadi kontradiktif.
“Mengharapkan mutu pendidikan tinggi sementara guru bertahan hidup dengan perjuangan berat adalah ironi yang harus segera diputus.”
*PUISI UNTUK GURU*
_Engkau menanam tanpa berharap dipuji,_
_Mengukir masa depan lewat cahaya ilmu,_
_Pada letihmu tumbuh peradaban negeri,_
_Meski sering terlupa, jasamu tak pernah berlalu._
_Engkau lentera dalam gelap yang panjang,_
_Engkau akar yang tak terlihat namun paling menentukan,_
_Terima kasih guru, penjaga cahaya kemanusiaan,_
_Tanpa tanda jasa, namun paling berjasa._
Sebagai refleksi Hari Guru 2025, Dr. Hariyadi memberikan pandangan dan gagasan langkah pembenahan:
1. Kesejahteraan guru wajib menjadi prioritas nasional, terutama pemerataan tunjangan bagi guru honorer.
2. Perlindungan hukum yang kuat bagi guru dalam menjalankan wewenang pendidikan moral dan disiplin.
3. Program penguatan adab dan karakter bagi siswa sebagai fondasi penghormatan kepada guru.
4. Penghargaan nyata bagi guru berprestasi melalui insentif dan apresiasi sistemik.
5. Menempatkan guru sebagai profesi strategis yang harus dimuliakan dan dibela.
“Guru adalah sosok digugu dan ditiru. Bila bangsa ini ingin maju, muliakanlah gurunya. Karena dari tangan gurulah masa depan negeri ini dibentuk.”
Selamat Hari Guru Nasional 2025.
Teruslah bersinar, wahai para pahlawan tanpa tanda jasa.










