oleh

Inspirasi Filosofi Pohon Kelapa dalam Birokrasi

Oleh : Dr. Muhammad Fahmi, ST. M.Si

Dalam suatu diskusi dengan Bapak Kepala Diskominfo Kota Depok, Drs. Manto, MSi, ada hal yang menggelitik penulis yaitu tentang filosofi pohon kelapa dalam dunia birokrasi. Menurut Manto, dalam menjalankan kehidupan birokrasi di pemerintahan makna filosofi pohon kelapa begitu lekat dan begitu menginspirasi dirinya selama berkarir di pemerintahan.

Pohon kelapa itu lanjut Manto, bisa tumbuh sangat tinggi namun gampang beradaptasi dengan lingkungannya. Kita pun diharapkan dapat mencontoh cara hidup pohon kelapa ini. “Bila berada di tempat baru, sudah seharusnya kita menyesuaikan diri dengan lingkungan. Jika tidak bisa beradaptasi dengan cepat, kehadiran kita tak akan dapat diterima lingkungan”, urai Manto yang juga pernah menahkodai OPD Dinas PUPR dan Dinas Tenaga Kerja Kota Depok.

Pohon kelapa lanjutnya, menjulang tinggi dan berdiri kokoh di atas akarnya yang menancap kuat ke tanah. Ini merupakan simbol kemandirian. Manusia juga sudah sepatutnya hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Hindari menjadi beban orang lain. Jika masih dapat berusaha sendiri, lakukan sebaik yang kita bisa.

Filosofi pohon kelapa sebagai pohon seribu manfaat mengajarkan kita bagaimana menjalani hidup, termasuk dalam kehidupan birokrasi pemerintahan. Mulai dari ujung daun hingga akarnya selalu dicari orang sebab memberi manfaat luar biasa bagi kehidupan. “ Jika filosofi pohon kelapa ini terimplementasi dalam kehidupan birokrasi pemerintahan, maka akan melahirkan ASN yang tangguh, mandiri, visioner dan bermanfaat bagi Masyarakat,”

Jadi ingat dengan apa yang pernah disampaikan ustad Hasanuddin dalam pengajian yang diikuti penulis beberapa waktu lalu. Ustad Hasanuddin menyampaikan bahwa semua yang diciptakan oleh Allah di muka bumi ini tidak ada yang sia-saia. “Allah menyatakan, bahwa “Sungguh tak ada ciptaan Allah yang sia-sia” (QS. Ali Imran : 19). Sebab, semua ada maksud dan pelajaran bagi mereka yang berfikir atas ciptaan-Nya. Hal ini dinukilkan Allah dalam firman-Nya : “Dan tidaklah Kami bermain-main menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar)” (QS. Ad-Dukhan : 38-39), terang ustad Hasanuddin.

Demikian banyak ayat tertulis dan terbentang disampaikan Allah agar manusia menyadari kasih sayang-Nya. Bila semua ayat tersebut dipahami dan diamalkan, maka selamatlah manusia dalam hidupnya. Namun, bila semua ayat yang dihamparkan Allah didustakan akibat diri yang buta, rakus, dan jahil, maka nestapalah manusia dan lingkungannya. Wajar bila Allah berulangkali mengingatkan manusia akan kasih sayang-Nya dalam QS. ar-Rahman (31 kali mengulang kata “maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?”). Di antara sedemikian banyak ayat Allah yang bersifat ‘ainiyah adalah pohon kelapa.

Dalam referensi dan literatur yang penulis dapatkan, pohon kelapa merupakan pilihan tumbuhan yang ditanam oleh nenek moyang dahulu yang tinggal di wilayah pulau atau pesisir pantai. Pilihan tersebut merupakan tampilan karakter kearifan lokal manusia era tersebut yang bijak mengenal lingkungan. Ada beberapa tafsir pohon kelapa yang dapat dipelajari untuk menjadi pembanding atas kualitas diri sebagai manusia (konon hebat dan cerdas), antara lain :

Pertama, seluruh yang dimiliki pohon kelapa dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Tak ada satupun sisi batang kelapa yang sia-sia. Semua dapat memberi manfaat pada manusia. Batangnya dapat dijadikan jembatan, bahan baku rumah, asesoris mobiler, dan lainnya. Daunnya dijadikan anyaman untuk atap atau menutup dinding, dan lidinya dijadikan alat kebersihan. Sabutnya dijadikan matras atau bahan pengganti busa. Tempurungnya dapat pula dijadikan alat rumah tangga dan pernik-pernik asesories yang bernilai tinggi. Apatahlagi isi kelapa, bisa untuk menjadi santapan lezat (kelapa muda), pelezat masakan, bahan baku makanan tertentu, bahkan minyak goreng berkualitas tinggi. Demikian seyogyanya manusia mampu mengambil i’tibar atas pohon kelapa pada kehidupannya. Seluruh kehidupannya memberi keberkahan dan kebermanfaatan bagi alam semesta. Hal ini berkaitan dengan fungsi kekhalifaan manusia

Kedua, pohon kelapa mudah beradaptasi dan hidup sesuai lingkungannya, bahkan di atas air ia bisa tumbuh, tanpa merusak kualitas air. Demikian manusia hadir menata alam dengan keramahan, bukan mengeksploitasi alam dengan keserakahan.

Ketiga, pohon kelapa tak merusak habitat disekitarnya. Ia bisa hidup secara bersama-sama. Ia tak rakus menguasai sekitarnya. Bahkan, ia menjadi pelindung bagi tanaman yang ada di bawahnya. Demikian manusia seyogyanya hadir menjadi ‘arif dan ta’awun untuk alam semesta. Bukan hadir untuk mengkhianti kekhalifahan.

Keempat, akar pohon kelapa mewarnai air disekitarnya, namun menjanjikan kesegaran dan kesehatan. Ia tak tamak menghabiskan air tanah, tapi menetralisir air agar bermanfaat bagi sesama.

Kelima, air buah kelapa menjadi penghilang haus dan obat bagi manusia. Kesegaran dan manisnya air kelapa tak membuat manusia menjadi sakit, bahkan bermanfaat bagi penderita diabetes.

Keenam, pohon kelapa memiliki sifat kemandirian dalam menjalani kehidupan. Ia tak tergantung dan manja untuk melanjutkan kehidupannya. Ia hidup dengan perjuangan akar-akarnya mencari makanan. Meski terkadang, ketika ia diberi vitamin, ia syukuri dengan membalas kebaikan manusia melalui buah yang lebat.

Ketujuh, lambang kerinduan dengan menukilkan tamsilan pohon kelapa. Kerinduan ini dinukilkan lewat syair “nyiur melambai“. Tak banyak bahasa kerinduan dan kedamaian yang digunakan. Segelintirnya (mungkin tak ada) adalah melalui tamsilan pohon kelapa. Bentuk lain lambaian kerinduan hamba pada Sang Pencipta dengan Kasih Sayang-Nya yang tanpa tara dan tak berpenghujung.

Penulis adalah penulis Buku Cita-Citaku Jadi Presiden.

Berita Terbaru