Oleh : Alif Noeriyanto
Setelah kurang lebih 2-3 bulan masyarakat bergelut dengan kondisi PSBB, maka dalam jangka waktu dekat masyarakat bersiap-siap beradaptasi dengan kondisi New Normal yang telah digaungkan oleh Presiden Jokowi dan akan diterapkan dalam beberapa waktu kedepan.
Menanggapi hal seperti ini, Alif Noeriyanto salah seorang dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan rasa syukur sekaligu kekhawatirannya. Hal ini karena menurutnya, kondisi saat ini seperti kondisi api dalam sekam dimana kita tidak tahu apakah kedepan betul-betul Normal atau tidak normal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini malah kita harus was-was karena kalau kita bertempur musuhnya diam, kita bingung, sudah kalah atau sedang menyusun kekuatan untuk menyerang kita lagi dengan senjata yang lain,” ujar Alif Noeriyanto.
Dikatakannya kondisi jelang penerapan new normal ada 3 kekuatan yang akan dihadapi, Pertama; gelombang dari mudikers yang kembali. Karena dugaan kita, mereka akan segera mau kembali di minggu ini. Sudah banyak pembicaraan di medsos mau mengecek swab utk ART yang kembali dari daerah. Itu harus diwaspadai.
Kedua; pembukaan new normal. Bisa jadi ledakan berikutnya kalau memang benar-benar sekarang menurun. New normal tidak mudah. Swedia kacau, Korea Selatan yang sudah lebih maju dari kita kacau, Jepang menunda new normal. Dan Ketiga; berkaitan dengan jumlah testing kita di Kota Depok.
“Untuk testing PCR di Depok, Jumlah PCR kita nambah dari 5, tapi jumlah VTM nya berapa kita ga tahu. Belum Reagen dan lain-lain, kita punya senjata tapi kita tidak punya peluru buat apa?,” ujar Alif Noeriyanto.
Alif mengusulkan agar gugus tugas terbuka saja kepada masyarakat bahwa kita punya berapa untuk PCR dan VTM, selain itu Alif pun memberikan solusi yaitu : Pertama; Tetap menjaga wilayah dengan ketat supaya yang mudik mudik tidak kembali tetapi ya kasihan juga. Maka harus disiapkan tempat isolasi bagi mereka.
Kedua, tes. Terkait dengan kedua, adalah, supaya api dalam sekam itu betul-betul padam, usul saya mengajukan ke Gugus Tugas nasional. Kita pinjam unit mobile PCR mereka sama seperti di Surabaya. Kita kan bisa mobile. Kita tentukan titik-titik rawan dan tinggi kan seperti di Kelurahan Tugu, Cimanggis.
“Ini kan persiapannya new normal. kan kita bersurat ke pemerintah pusat kalau kita di daerah merasa belum sempurna ya minta tolong lah,” ujar Alif Noeriyanto.
Solusi ketiga, memperkuat pencegahan di hulu. Saya kurang sepakat dikembalikan pada pencegahan di RW, saya bingung RW kan ga punya aparat.
“Orang Depok kan Multikultural, maka harusnya kita manfaatkan saja Kampung siaga yang sudah ada Babinsa, ada polisi desa, hansip di situ, dan tugas pemerintah hadir ke masyarakat. Bukan minta tolong ke masyarakat,” pungkas Alif Noeriyanto