Oleh : Edward Krey (Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta)
Sekitar 300an orang demonstran yang melakukan demonstrasi anarkis di Papua menyampaikan penyesalannya. Mereka umumnya merasa tertipu oleh Korlap karena memanfaatkan isu rasisme untuk berbuat kerusuhan.
Adanya kasus ini menambah daftar panjang siasat licik kelompok separatis Papua
Situasi Papua kini telah kondusif dan aman. Meski begitu Kapolri beserta Panglima TNI masih siapkan personil guna penjagaan. Di beberapa kota Papua juga telah dilaporkan suasana sudah normal kembali. Agaknya berita ini merupakan kabar gembira bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengingat kejadian tempo hari begitu mencekam. Massa merangsek melakukan aksi anarkis yang brutal. Namun, bersyukur kerjasama aparatur negara beserta seluruh elemen masyarakat guna mendinginkan situasi panas tempo hari telah membuahkan hasil.
Di sisi lain, dikabarkan jika sekitar 300 an orang yang tergabung ke dalam kelompok pendemo kemarin telah sadar dan menyesal. Hal ini turut dibenarkan oleh Kapendam XVII/Cenderawasih, Letnan Kolonel CPL Eko Daryanto.
Eko menyebutkan jika para pendemo tersebut merasa ditipu oleh oknum yang menungganggi isu rasisme. 300 warga tersebut berasal dari wilayah pegunungan yakni, Wamena. Eko juga menyebutkan jika Asintel Kasdam, Kolonel Inf JO Sembiring selaku perwakilan dari Kodam XVII/Cenderawasih, beserta Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramanday, melakukan mediasi dan negoisasi.
Langkah ini diambil guna mencari solusi terbaik untuk mengevakuasi para pendemo tersebut. Sehingga bentrok susulan antarkelompok massa bisa terhindarkan, khususnya wilayah Jayapura.
Di sisi lain, diberitakan jika terdapat penetapan maklumat mengenai larangan demontstrasi. Keseluruhan maklumat berisi 6 poin. Hal ini dilakukan guna menjaga keamanan serta ketertiban umun di Papua. Kapolda Papua Irjen Rudolf Alberth Rodja, menyatakan hal serupa jika maklumat ini perlu dikeluarkan untuk.menyikapi kondisi kekinian di Tanah Papua.
Isi maklumat tersebut diantaranya, yang pertama pelarangan terhadap setiap orang menyampaikan pendapat yang mampu menimbulkan tindak anarkis dimuka umum. Termasuk perusakan, pembakaran fasilitas publik maupun yang mengakibatkan bentrok antar kelompok masyarakat. Ancaman hukuman untuk maklumat kesatu ini diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, pasal 16 dan 17. Mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Maklumat kedua mengatur, bagi setiap orang serta Ormas dilarang keras melakukan penyebaran paham separatis kaitanya dengan pendapat yang disampaikan di muka umum juga. Pelanggaran akan maklumat kedua ini akan dikenakan hukuman sesuai pasal 82 a junto pasal 59 ayat empat (4) huruf b. serta UU nomor 17 tahun 3013 Junto UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Ancaman hukumannya-pun tak main-main yakni 20 tahun kurungan penjara.
Ketiga, Larangan bagi setiap orang yang melakukan kegiatan yang bisa menimbulkan pemisahan sebagian wilayah dari NKRI. Hal ini akan dianggap sebagai tindakan pemufakatan jahat seperti yang diatur dalam pasal 104, pasal 106, pasal 107 dan pasal 108 KUHP jo pasal 87 dan pasal 88 KUHP.
Maklumat keempat, berisi larangan mengenai hasutan, mengunggah serta menyebarkan berita-berita yang tidak benar. Yang nantinya akan menimbulkan kebencian serta rasa permusuhan sesama warga masyarakat. Hal ini diatur dalam pasal 28 ayat (2), pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik (ITE) jo pasal 45 ayat 1 KUHP.
Maklumat Kelima, larangan membawa senjata pemukul atau alat dengan bentuk lainnya yang dinilai akan membahayakan pihak lain. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (1) beserta pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Yang terakhir, maklumat keenam berisi pemberlakuan tindakan tegas aparat keamanan terhadap pelaku tindak pelanggaran hukum serta anarkis. Khususnya yang tak patuh akan imbauan ini. Ancaman hukumannya diatur kedalam pasal 6 ayat 1 huruf a, pasal 19, pasal 20 dan pasal 21 KUHP.
Diharapkan seluruh warga masyarakat kota Jayapura dan Papua bisa memahami maklumat yang telah dikeluarkan sehingga akan mewujudkan rasa aman dan nyaman.
Penyesalan memang selalu datang terakhir. Tak peduli posisi kita seperti apa, seharusnya seluruh masyarakat terkait mampu menahan diri dari isu provokasi maupun rasisme. Termasuk pentingnya menghindari penyalahgunaan media sosial sebagai bagian dari tindakan perpecahan. Sehingga stabilitas nasional akan terwujud dari rasa aman dan nyaman yang dirasakan oleh warga NKRI.