ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siarandepok.com – Rokok berbahaya untuk kesehatan tubuh kita. Zat-zat yang terkandung di dalamnya termasuk nikotin dan tar bisa merusak organ tubuh. Karena itu, banyak orang beralih pada rokok elektrik. Tapi apakah benar rokok elektrik ini lebih aman dibanding rokok biasa?
Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR), Amaliya menjelaskan, kajian yang sudah dilakukan di beberapa negara. Salah satunya studi Institut Federal Jerman (German Federal Institute for Risk Assessment) pada 2018. Penelitian itu menyatakan produk tembakau alternatif menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok inilah yang paling berbahaya. Residu dari asap pembakaran rokok bisa menempel di baju dan lainnya.
“Asap hasil pembakaran rokok mangandung tar dan nikotin, yang berbahaya tarnya dari pembakaran,” ujarnya.
Rokok elektrik tidak mengandung tar karena tidak ada pembakaran hanya penguapan karena tidak ada pembakaran seperti rokok konvensional. Penelitian tersebut juga menyatakan produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80 sampai 99 persen dibandingkan rokok konvensional.
“Hasil sebuah penelitian ditemukan bahwa perokok rokok yang dibakar berhasil berhenti dan beralih ke rokok elektrik, berkurang bahayanya sampai 95 persen dibanding rokok yang dibakar,” ujarnya.
Menurutnya bahaya rokok elektrik hanya lima persen. Ini bisa berasal dari bahan lain yang ada dalam rokok tersebut selain nikotin baik itu dari profiline glikol, perasa, atau vegetable gliserin.
“Kalau kita masukkan zat, tetap ada yang berdampak pada tubuh kita. Tapi dibandingkan perokok yang dibakar 100 persen bahayanya, ada 400 zat berbahaya yang menyebabkan kanker dan beracun. Sementara rokok elektrik hanya tinggal empat sampai lima zat yang diuapkan karena tidak ada pembakaran sama sekali,” jelas Amaliya.
Ia menjelaskan dari sejumlah penelitian beberapa orang yang beralih ke rokok elektrik mengalami sedikit iritasi ditenggorokan. Mereka merasa agak gatal karena throat heat.
“Nikotin agak menyedak di tenggorokan,” terangnya.
Ada juga pemakai rokok elektrik yang sariawan atau luka di tenggorokan. Tapi berdasarkan penelitian setelah tujuh bulan memakai rokok elektrik risiko itu menurun.
“Jadi tetap ada risikonya dibanding yang berhenti merokok sama sekali. Tidak bahaya sama sekali salah. Dibandingkan dengan rokok yang dibakar berkurang jauh. Jangan dibandingkan dengan yang tidak merokok,” ujar Amaliya.
Bagaimana dengan asap dari rokok elektrik? Apakah berbahaya juga seperti asap rokok yang dibakar? Menurutnya hal ini di Indonesia belum diteliti. Tapi sudah ada penelitian di Yunani dan Inggris. Ruangan yang terpapar asap rokok elektrik sama dengan ruangan biasa karena uap hilang tidak menjadi apa-apa. Sementara tar dari rokok yang dibakar tidak hilang.
“Zat yang diuapkan diperiksa sama dengan ambang batas yang diizinkan untuk jalan raya atau tempat parkir. Masih dianggap normal dibanding asap rokok yang dihirup second hand smoke. Tidak ada tar yang mengendap sama sekali. Sama dengan nikotin yang ditempel dan dihirup tidak ada tar, tidak ada sisa pembakaran,” jelasnya.
Penulis: Ardiansyah Septian
Editor: Faisal Nur Fatullah