Oleh : KH.Syamsul Yakin
Pengasuh Pesantren Darul Akhyar, Parung Bingung, Pancoran Mas, Depok
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tampaknya tak bisa disangkal ada “persaingan memperebutkan” tafsir agama di antara sesama pemuka agama, khususnya terkait fikih korona. Indikasinya, ketika sebagian masjid tidak menyelenggarakan shalat jumat di masjid lain jamaah malah membeludak.
Sejatinya dialektika yang saat ini sedang berkembang merupakan pembentukan kebudayaan (tsaqafah) berani berbeda dan peradaban (hadharah) menghargai perbedaan yang jika dikelola berujung pada kemajuan (tamadun) umat Islam itu sendiri. Secara praksis, bagaimana menyelesaikan persoalan ini?
Inilah tiga pendekatan fikih korona yang apabila diterapkan diharapkan mampu memperkecil jurang perbedaan dan pada tahapan selanjutnya dapat memperkecil penyebaran covid-19 yang sudah dianggap sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Siaga 1, setidaknya untuk kota Depok.
Pertama, untuk memperkecil perbedaan bisa digunakan pendekatan tekstual, yakni Al-Quran dan Hadits.
Maksudnya, sepanjang penetapan status hukum beribadah pada saat terjadinya korona merujuk kepada dua sumber hukum utama dalam Islam, maka sebaiknya dikedepankan sikap menerima tanpa mencari dalil yang berbeda baik dari Al-Quran maupun Hadits.
Kedua, pendekatan komparatif. Ini merupakan kegiatan menghimpun sejumlah pendapat ulama terkait wabah penyakit yang sedang terjadi dan pernah terjadi yang diserupakan dengan korona. Pendekatan ini membuka wawasan ihwal kondisi sosial-psikologis, medis-geogragis, dan politik-keagamaan pada saat wabah berkecambah.
Ketiga, pendekatan analitik. Pendekatan ini tidak hanya membaca teks Al-Quran dan Hadits dan mengesplorasi pendapat sejumlah ulama, tapi lebih dari itu, yakni mengemukakan pandangan dan membuat analisa. Diharapkan dengan pendekatan ini bisa ditarik satu kesimpulan untuk menetapkan status hukum beribadah yang hari ini tengah terjadi.
Untuk penetapan status hukum beribadah pada saat terjadinya korona sebaiknya digunakan ketiga pendekatan ini, yakni tekstual, komparatif, dan analitik sekaligus sehingga memperkecil perbedaan dan mempercepat penanganan korona di kota Depok. Kalau tidak ada juga kata sepakat, ulama berseru “Ikuti titah pemerintah”.