ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siarandepok.com – Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Bogor Raya Lintas Angkatan kembali menggelar pengajian bertema Jaringan Ulama Kaukasus dalam Penyebaran Islam di Nusantara dengan narasumber Bastian Zulyeno, Ph.D, Jum’at (12/04) malam. Acara yang dimulai selepas shalat isya berjamaah ini bertempat di Kampus Akademi Kebidanan Prima Husada Jalan Raya Cilendek, Kelurahan Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat.
Hadir dalam pengajian bulanan ini alumni PMDG lintas angkatan mulai tahun 1960-an hingga angkatan 2000-an. Mereka pun dengan beragam profesi baik kiai, ulama, dai, pengusaha, guru, dosen, dan pegawai di institusi negeri maupun swasta. Meski didominasi para hadirin dari Kota dan Kabupaten Bogor, peserta pengajian ini juga dihadiri para alumni PMDG dari beberapa kota lainnya, seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Sukabumi, dan Cirebon.
Perlu dicatat, kegiatan pengajian alumni PMDG lintas marhalah ini sudah berlangsung sejak tahun 2015, tepatnya 7 Januari 2015. Kegiatan ini diinisiasi oleh H. Dadang Hasbullah (alumni 1973), H. Ardabily Machmud (alumni 1972), H. Mukhlish FH (alumni 1978), H. Sobana Hamied (alumni 1982), H. Asnawi MZ (alumni 1986), Ahmad Tavip Budiman (alumni 1989), dan H. Herawan (alumni 1989). Ketujuh orang tersebut awalnya hanya kumpul-kumpul biasa di penghujung tahun 2014. Namun saat malam makin larut, saran dari Shobana Hamied (alumni 1982) pun muncul. Ia menyarankan agar kumpul ini dikemas dengan pengajian dan mengkaji kitab. Gayung bersambut. Jum’at (07/01/2015) malam sabtu pengajian dengan menghadirkan narasumber Drs. KH. Babun Abdullah (alumni 1966) dimulai. Bertempat di Khadim Wisata Lawang Gintung, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, kediaman H. Dadang Hasbullah ZA, pengajian ini banyak dihadiri oleh para alumni di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Kegiatan ini juga sudah banyak mengundang narasumber dari berbagai profesi dan angkatan, baik dari angkatan tahun 1964 hingga tahun 2000-an. Beberapa narasumber antara lain: KH. Drs. Sanusi Azhari (alumni 1964), KH. Muhyiddin Junaedi, MA (alumni 1980), Dr. KH. Emnis Anwar, MA (alumni 1976), Dr. KH. Abdurrahim Yapono, MA (alumni 1996), Dr. KH. Husnan Bey Fananie (alumni 1986), Drs. KH. Oking Setiapriatna, M.Ag (alumni 1978), KH. Mustholah Maufur, MA (alumni 1979), Dr. KH. Ahmad Mulyadi Kosim, M.Ag (alumni 1988), KH. Jajat Munajat Lc., MBA (alumni 1989), Dr. KH. Yusuf Hidayat alumni 1989), KH. Ikhwan Hamdani (alumni 1985), Dr. KH. Syamsuddin Arif (alumni 1989), Feddy Fabachrain, MA (alumni 2001), KH. Muhyiddin (alumni 1979), Dr. KH. Sunandar, MA (alumni 1982), Dr. KH. Sofwan Manaf (alumni 1985), KH. Ahmad Kholil Ridhwan, Lc (alumni 1965), Dr. Sanrego (alumni 1993), KH. Sajid Zein, M.Si (alumni 1983), dan Dr. MS Kaban, M.Si.
Menurut Koordinator Alumni PMDG Bogor Raya Lintas Angkatan sekaligus Ketua Komunitas Masyarakat Santri (KOMAS) Bogor Ahmad Tavip Budiman, M.Si., kegiatan ini digelar untuk meningkatkan wawasan para alumni terkait Islamisasi kepulauan Melayu-Nusantara. Terlebih, wawasan yang luas merupakan salah satu motto Pondok Modern Darussalam Gontor yang tidak boleh dilupakan oleh segenap alumni PMDG. Tidak hanya itu, pengajian ini juga makin meningkatkan ukhuwwah islamiyyah sesama para alumni. Sehingga, diharapkan para alumni dalam kiprahnya di masyarakat terus mengestafetkan nilai-nilai persatuan umat dan silaturahim yang tanpa batas.
“Ini merupakan upaya peningkatan wawasan kita sebagai alumni, selain juga memperat ukhuwwan islamiyyah. Apalagi wawasan yang luas dan ukhuwwah islamiyyah itu motto Gontor sekaligus amanat para pendiri. Sehingga semangat juang kita dalam membangun masyarakat selalu terbarukan,” terang alumni Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI) PMDG tahun 1989.
Bastian Zulyeno dalam paparannya menekankan akan pentingnya pandangan alam pikiran Islam dalam menganalisa islamisasi di Nusantara. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini juga mengingatkan agar selektif dalam menerima informasi islamisasi Nusantara. Pasalnya, teori-teori islamisasi nusantara yang didengungkan oleh ilmuan Barat, terutama Belanda, sangat reduktif dan sarat dengan propaganda mencabut jati diri bangsa Indonesia dari Islam sampai ke akar-akarnya.
“Sejarah masuknya Islam di Nusantara yang dibangun oleh para orientalis sangat reduksionis. Mustahil islamisasi nusantara hanya dilakukan dengan jalur perkawinan dan perdagangan. Jika demikian, mustahil Islam menjadi agama mayoritas di negera kepulauan ini,” tuturnya.
Oleh karena itu, alumni KMI tahun 1999 ini pun mengungkapkan bahwa proses islamisai Nusantara sarat dengan intelektualitas dan estetika. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Islam menjadi agama mayoritas dan bukti-bukti peninggalan umat muslim terdahulu yang masih bisa dilihat hingga kini.
Lebih lanjut ia mencontohkan, di nisan-nisan para ulama dan pemimpin muslim banyak memuat puisi-puisi. Puisi-puisi tersebut memiliki nilai intelektual dan sastra yang tinggi dan ini tidak dikaji oleh para arkeolog. Mereka hanya fokus pada bentuk nisan. Mereka lalai dengan esensi dan substansinya.
“Dalam batu nisan selalu ada puisi. Para arkeolog lebih pada kajian bentuk nisan, bukan pada isi. Padahal, dalam kajian sejarah itu ada jiwa zaman. Penduduk sudah high literate, maka persoalan pindah agama itu tidak mudah kalau hanya lewat jalur perkawinan dan perdagangan. Kalaupun terjadi, pasti tidak akan banyak,” pungkasnya.
Pengajian yang dimoderatori oleh Ustadz Maritho Lidinillah ini berakhir pada pukul 23.00 WIB dan ditutup dengan doa oleh Ustadz H. Mas’ud Hanafi, S,Pd.I. Ustadz Mas’ud memimpin para jamaah untuk mendoakan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia agar menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur dengan meminta kepada Allah azza wajalla agar diberikan pemimpin yang adil dan cerdas.