JAKARTA – Ketua Umum Kamar Dagang dan industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo mengatakan, nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus mengalami turbulensi hingga awal 2019. Namun pemerintah yakin goncangannya tak besar, naik-turun di kisaran saat ini Rp 14.500-an per dollar AS.
“Rupiah melemah sedikit, menguat sedikit, di tengah situasi yang belum settle, sangat bisa terjadi,” ujar Ketum Kadin Eddy Ganefo di Jakarta, Kamis (27/12/2018)
Ketum Kadin itu memperkirakan kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan mulai kembali ke kondisi normal. Berkaca dari tahun ini, Indonesia cukup berjuang untuk bertahan di tengah kondisi serba tak pasti, utamanya imbas secara global berkat perang dagang AS-China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pandangan kita rupiah tahun depan bisa di bawah Rp 14.000 sampai 2020. Dengan konsesus Rp 14.880 di tahun 2019 dan Rp 14.705 di tahun 2020,” ujar Eddy.
Eddy menyebut, rupiah bisa kembali menguat didasari atas dua faktor yakni kondisi ekonomi AS yang sudah berada di titik tertinggi untuk tumbuh saat ini akan melambat tahun depan. Serta, asumsi The Fed yang tadinya berencana menaikkan suku bunga 3 kali dikoreksi menjadi 2 kali.
“Tahun ini, ekonomi AS tumbuh lebih cepat bahkan di luar ekspektasi hingga 2,9 persen. Percepatan ekonomi ini karena didorong oleh kebijakan pemotongan pajak Presiden AS Donald Trump. Namun sayang, kondisi ekonomi AS yang menguat saat ini masih terombang-ambing,” jelasnya.
Ketum Kadin Eddy Ganefo menilai jika cara percepatan ekonomi tersebut tidak bisa dilakukan lagi tahun depan, sehingga ekonomi AS akan melambat yang diproyeksikan 2,6 persen.
Kondisi ini, sebut Eddy, bisa menguntungkan karena dana investor akan masuk ke negara-negara emerging market (negara berkembang) termasuk Indonesia.
“Jarak antara produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan AS akan melebar lagi sehingga dana akan mengalir lagi ke emerging market, termasuk Indonesia sehingga rupiah bisa membaik di tahun depan,” tuturnya.
Selanjutnya adalah kenaikan suku bunga The Fed yang semula akan naik 3 kali tapi kemudian dikoreksi menjadi dua kali. Ditambah, Bank Indonesia (BI) juga merespon kenaikan suku bunga ini dengan mengikuti ritme The Fed.
Dampaknya, rupiah terhadap dollar AS cenderung akan stabil.
“Tadinya kita pakai 3 kali (naik suku bunga BI) karena asumsi The Fed 3 kali tapi sekarang jadi 2 kali. Sejauh ini, untuk (kenaikan suku bunga) BI sih masih 3 kali, tapi mungkin juga ada revisi. Karena BI cenderung mimikri ke The Fed,” papar Eddy.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda terkoreksi 0,16 persen ke level Rp 14.577 per dollar AS. Bila melihat kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR)di Bank Indonesia (BI), rupiah juga sebesar 0,84 persen ke level Rp 14.602 per dollar AS. (FKV)
