JAKARTA – Kebijakan pemerintah menunda kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan adanya subsidi untuk jenis solar dinilai sebagai faktor penentu terjaganya inflasi. Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, tidak naiknya harga BBM menjadi stabilisator paling balik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahun ke tahun (September 2018 terhadap September 2017) sebesar 2,88 persen atau masih di bawah target pemerintah untuk keseluruhan tahun ini sebesar 3,5 persen.
“Inflasi terjaga karena kemampuan pemerintah menekan harga bahan pokok, jadi supply-nya ada. Tidak ada kenaikan harga BBM, itu jadi stabilisator yang paling baik,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo saat ditemui pada Sabtu (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Eddy, keputusan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM membuat harga-harga bisa terjaga.
Eddy mengatakan, Sebelumnya Menteri ESDM Ignasius Jonan sempat mengumumkan untuk menaikkan harga BBM jenis premium. Namun, belakangan dibatalkan karena mempertimbangkan Pertamina yang disebut belum siap.
Terhadap faktor lain yang sifatnya eksternal, seperti depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah, disebut tidak terlalu berdampak pada peningkatan inflasi. Jika ada, Eddy melihat dampaknya tidak terlalu besar dalam mendongkrak kenaikan harga-harga barang.
“Tentu saja barang-barang yang ada komponen impor, cost-nya akan naik. Tapi, price-nya mungkin agak naik sedikit. Tidak sebanyak depresiasi nilai tukar, kalau depresiasi nilai tukar 10 atau 15 persen, ini di bawah itu, katakanlah 5 atau 7 persen,” tutur Eddy.
Pemerintah menetapkan untuk tidak menaikkan harga BBM jenis premium dan solar hingga akhir tahun ini. Beberapa jenis BBM selain premium dan solar tetap disesuaikan dengan kondisi harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan. (FKV)