Hikmah Puasa Hari Ke-23
Oleh: Dr. Syamsul Yakin, MA
Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Qur’an Indonesia Kota Depok
dan Dosen Pascasarjana FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lailatul Qadar adalah malam kemuliaan. Dikatakan demikian, karena secara kontekstual orang yang mendapatkannya akan mengalami perubahan dalam hidupnya, jadi kian mulia. Pada malam itu Tuhan menuliskan takdir manusia, baik keberuntungan maupun kemalangan. Tidak hanya itu, dalam maknanya yang lebih luas, malam Qadar dipercaya mampu meningkatkan intensitas hablum minallah dan hablum minannas sekaligus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Lailatul Qadar, seperti makna dasarnya, bisa dimaknai sebagai ketenangan atau keheningan. Lail atau malam adalah simbol ketenangan itu. Bagi kita, peristiwa yang dikatakan Allah sebagai lebih baik dari seribu bulan ini (QS. al-Qadr/97:3), sedianya mampu membuat situasi batin dipenuhi kedamaian dan ketenangan. Bukan hanya ketenangan dan kedamaian pribadi, tetapi bersifat transformatif dalam tatanan sosial-kemasyarakatan.
Orang yang mendapatkan malam Qadar juga akan tercerahkan secara spiritual dan intelektual. Pencerahan ini kemudian dapat dijadikan sebagai starting point dalam memulai membangun kehidupan yang lebih ke depan. Yakni sebuah model pembangunan yang tidak semata didasarkan pada perhitungan rasional, tetapi melibatkan kepekaan hati-nurani. Sehingga perbaikan di satu sisi tidak menimbulkan keburukan dan malapetaka di tempat lain. Kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa tidak diperoleh dari tangis-perih rakyatnya lainnya.
Tetapi, saudaraku, malam Qadar itu bukan hadiah yang diberikan Tuhan begitu saja. Untuk memperolehnya kita harus sudi bersusah payah dan sungguh-sungguh beribadah.
Bukan hanya ibadah di bulan suci ini, tetapi pada sebelas bulan sebelumnya. Dengan kata lain, malam Qadar adalah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba yang dicintai-Nya setelah melewati pergumulan ibadah yang berat dan terus-menerus. Ramadhan adalah puncak kumulatif ibadah, di mana di dalamnya akan turun malam Qadar. Tetapi pendakiannnya harus dimulai sejak sebelas bulan sebelumnya.
Untuk bisa merengkuh malam Qadar, kita juga harus bisa memperbaiki diri dan mengendalikannya. Ramadhan adalah tali yang dilemparkan Allah ke bumi. Karena itu seyogianya kita gunakan tali itu untuk mengikat semua tabiat buruk dan perbuatan tercela sampai bertemu Ramadhan tahun depan. Bila saja kita konsisten dan terus-menerus membalut cinta kepada Allah, maka tanpa diminta malam yang di dalamnya turun para malaikat untuk mengatur segala urusan, akan menyapa kita.
Saudaraku, malam Qadar bukanlah seperti sangka kita selama ini. Ia bukanlah peristiwa hebat yang secara fisik ditandai dengan tak berhembusnya angin dan berhentinya ombak di lautan, atau tertunduknya pepohonan. Tetapi, sejatinya, malam Qadar itu justru ditandai dengan terjadinya perbaikan dan kebaikan pada diri manusia. Seperti, saling memperhatikan, saling melindungi, saling memberi cinta dan kasih sayang.
Kalau malam Qadar semata ditandai dengan ketertundukan alam, lalu apa makna terpentingnya bagi kita? Apakah serta-merta hati kita juga akan tunduk dan patuh kepada Allah? Malam Qadar itu adalah malam di mana Allah memuliakan hamba-Nya dengan berjuta kebaikan, ketundukan kepada Sang Pencipta dan kecintaan kepada sesama.
Malam Qadar bisa terjadi kepada siapa saja dan kapan saja, sejak awal puasa hingga penghujungnya. Hanya saja kita tidak tahu orang yang telah mendapatkannya. Manakala seseorang mengaku mendapatkan malam Qadar justru sebenarnya ia tengah mengaku tidak pernah mendapatkannya. Malam Qadar adalah rahasia Allah dan hamba-Nya.***
