NO LGBT! NO LIBERALISM!

- Reporter

Kamis, 9 Juni 2022 - 13:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Siarandepok.com- LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender),”anak kandung” sekularisme dan liberalisme semakin hangat dibincangkan. Momentum Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederick Vollert di media podcast-nya, menaikkan suhu menjadi panas. Deddy bahkan dianggap bikin gaduh dan mendukung LGBT.

Ragil Mahardika diketahui menikah dengan Frederick Vollert; laki-laki asal Jerman di luar negeri. Selain Ragil, ada pasangan Jacky Rusli, pria Indonesia yang menikah dengan Sath Halim, pria asal Amerika. Ada Erwin Chandra dan Michael Hinz dari Jerman. Ada Wisnu Nugroho yang menikah dengan pria asal Perancis. Dan masih ada banyak lagi.

Hari ini, 31 negara sudah melegalkan LGBT. Belanda menjadi yang pertama. Sejak 2001, Negeri Kincir Angin itu sudah melegalkan kaum pelangi. Maka, banyak pasangan homoseksual Indonesia yang menikah di luar negeri seperti Belanda untuk mendapatkan payung hukum status pernikahan mereka.

Taiwan merupakan negara di Asia yang sudah pula melegalkan LGBT pada 2019 di urutan ke-30. Urutan ke-31 di, Swiss menyusul ikut melegalkan. Di 31 negara itu, pernikahan sejenis dianggap sah dan dilindungi negara.|

DALAM asumi saya, Deddy tidak sepenuhnya salah. Bahkan boleh jadi, Deddy berjasa membuka mata banyak orang bahwa LGBT semakin menggila. Meski demikian, banyak yang belum ‘ngeh’. Padahal boleh jadi, pengaruh LGBT sudah masuk hampir ke semua pekarangan rumah tiap keluarga di Indonesia. Buktinya, Deddy berani mengundang mereka menunjukkan wajah asli mereka tanpa malu-malu. Ngeri.

Yang lebih mengerikan, ada indikasi pihak-pihak tertentu berusaha melegalkan LGBT di Indonesia. Indikasi itu kuat sekali. Bila orang sekaliber Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif, tokoh yang sering dijadikan tiang sandaran tempat bergelayut kalangan liberal Indonesia saja menitip pesan kepada Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI dan meminta kepadanya agar LGBT tidak dilegalkan karena berlawanan dengan jiwa Pancasila, berarti legalitas LGBT di Indonesia tinggal menunggu waktu.|

LIBERALISASI merupakan respons dan fenomena khas dalam dunia Kristen. Problem teks Bible tampaknya yang menjadi pemicu. Bagaimana bisa demikian?

Para ahli teologi dan kitab suci Kristen di Barat masih mempertanyakan tentang Bibel. Who Wrote the Bible saja masih misteri. The Five Book of Torah atau The Five Book of Moses yang ditengarai ditulis oleh Moses masih dianggap sebagai “it’s one of the oldest puzzles in the world”. Tidak ada satu ayat pun di dalam Torah yang menyebutkan, bahwa Moses sebagai penulisnya. Sementara, banyak kontradiksi dijumpai pula di dalamnya.

Demikian halnya dengan problem Perjanjian Baru (The New Testament). Dua hal yang menjadi ganjalan penafsir Bibel adalah tidak adanya dokumen Bibel Perjanjian Baru yang original saat ini. Bahan-bahan yang ada pun bermacam-macam, berbeda pula satu dengan lainnya. Bahasa Yunani (Greek) sebagai bahasa asal Perjanjian Baru pun mengalami problem kanonifikasi teks Bibel yang sangat rumit. Hingga saat ini, ada sekitar 5.000 manuskrip teks Bibel dalam bahasa Greek yang berbeda satu dengan lainnya. Antara tahun 1516 sampai 1633 saja, terbit sekitar 160 versi Bibel dalam bahasa Yunani.

Karena problem teks Bible ini, menurut Adian Husaini, Barat Kristen kemudian mengembangkan proses liberalisasi dan dekonstruksi besar-besaran terhadap berbagai doktrin Kristen. Salah satunya dalam bidang kajian kitab suci dengan mengembangkan hermeneutika yang mengkonstruksi konsep Bibel sebagai “The Word of God” dan mengembangkan metode historical criticism terhadap Bible. Terjawablah, mengapa hermeneutika diperlukan bagi Barat Kristen, bahwa firman Tuhan harus direkonstruksi, Bible harus dikritik.

Di kemudian hari, di samping dijadikan sebagai studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bibel, para teolog dan filosof Barat mengembangkan hermeneutika sebagai metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.

Lalu, apa hubungannya problem teks Bible, hermeneutika, dan LGBT?|

PROBLEM-problem yang sedemikian pelik itu dipecahkan dengan tafsir hermeneutika yang sangat memperhatikan konteks suatu teks ditafsirkan. Maka, menjadi sangat mungkin sebuah penafsiran akan ditinggalkan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat, seperti LGBT yang sudah menjadi budaya dan diterima di dunia Barat.

Maka, meskipun dalam Kitab Imamat 20:13 disebutkan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”, tetapi Barat Kristen bisa menerima saat Gene Robinson menjadi uskup Gereja Anglikan di Keuskupan New Hampshire AS, pada Minggu, 2 November 2003 sedangkan Robinson seorang gay. Tentu, pengangkatan Robinson dianggap sebagai legitimasi gereja terhadap pelaku homoseksual dan mendapat dukungan dari kalangan liberal di samping penolakan dari kalangan konservatif dan komentar dari uskup lainnya.

Sebagai gay, upacara pelantikan Robinson sebagai uskup ditemani Mark Andrew,
pasangan homoseksualnya. Andrew pula yang memasangkan topi bishop di kepala Robinson, pasangan yang sudah menemani hidupnya selama 14 tahun.|

DUNIA akademisi Universitas Islam Negeri di Indonesia pernah dihebohkan dengan disertasi yang mengabsahkan hubungan seksual di luar nikah. Penulis disertasi itu menggunakan metode hermeneutika dalam menafsirkan konsep milk al-yamin (kepemilikan atas budak) Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual nonmarital.

Penulis disertasi merasa prihatin dengan maraknya kriminalisasi, stigmatisasi dan pembatasan akses terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual nonmarital. Penulis disertasi juga beralasan bahwa konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur dibatasi dengan beberapa kondisi, di antaranya tidak boleh dilakukan dengan berzina. Zina menurut pengertian Syahrur, yakni hubungan seksual yang diperlihatkan ke publik. Jadi, dalam pandangan penulis disertasi dengan menjiplak Syahrur, seorang laki-laki boleh berhubungan seksual dengan perempuan lain secara nonmarital sepanjang tidak dipertontonkan. Selama hubungan seksual itu dilakukan di kamar, tertutup, itu bukan zina, itu halal.

Siapa Syahrur sebenarnya dan siapa penulis disertasi itu?

Muhammad Syahrur tidak lain seorang sarjana teknik sipil, bukan ahli tafsir, atau sarjana yang mendalami syari’ah. Ia lahir di Damaskus, Syria pada 11 April 1938 M. Pada 1958, Syahrur mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Moskow, Uni Soviet untuk belajar teknik sipil. Studinya dilanjutkan ke Ireland National University, Dublin, Irlandia, pada jurusan yang sama.

Syahrur hidup dalam tradisi intelektual Eropa Timur. Tidak mengherankan apabila pikiran-pikirannya dipengaruhi oleh tradisi Barat, terutama dalam hukum keluarga. Pandangannya tentang milk al-yamin tampaknya berangkat dari kebiasaan dan tradisi (‘urf) masyarakat Barat liberal yang mentolerir praktik samen leven (musakanah, kumpul kebo). Sedangkan kebiasaan dan tradisi Barat semacam samen leven itu tidak bisa diterima oleh masyarakat muslim.

Dengan kacamata tradisi Barat, selama Syahrur di Dublin, dia melihat bahwa kajian keislaman telah terjebak dalam tradisi taklid dan mengekor pada tradisi pemikiran klasik. Karena itu, Syahrur menegaskan perlunya umat Islam membebaskan diri dari bingkai pemikiran taklid dan tidak ilmiah. Nah, tampak sekali pemikiran Syahrur sangat khas liberal sekuler.

Pemikiran Syahrur ini seolah ingin ditawarkan penulis disertasi konsep milk al-yamin; Abdul Aziz. Disertasi Abdul Aziz disidangkan melalui ujian terbuka pada hari Rabu 28 Agustus 2019 di UIN Sunan Kalijaga dan diluluskan dengan beberapa catatan dari para penguji.|

SYAHRUR hanya salah satu dari sarjana Muslim yang kepincut hermeneutika. Belakangan, Nasr Hamid Abu Zayd, sarjana muslim liberal asal Mesir juga gigih mengusung hermeneutika. Secara sadar, Abu Zayd bahkan menyebut bahwa homoseksual adalah fenomena yang alami. Abu Zayd menyadari, bahwa Islam tidak akan pernah mengakui homoseksual kecuali sebagai perilaku menyimpang. Perlu revolusi yang nyata berupa perubahan cara berpikir tentang Al-Qur’an dalam hubungannya dengan kehidupan manusia.

Cara inilah yang dilakukan Scott Siraj al-Haqq Kugle yang membuat penafsiran baru tentang homoseksual. menurut Kugle, para ahli hukum Islam selama seribu tahun lebih telah salah paham dalam soal penafsiran kisah Luth. Padahal, katanya, kaum Luth dihukum oleh Allah bukan karena mereka homo, tetapi karena mereka kafir dan membangkang.

Di Indonesia, tidak sedikit tokoh yang latah menerapkan hermeneutika. Mereka terang-terangan menuduh para ulama klasik telah melakukan banyak sekali penafsiran al-Qur’an yang dipelintir demi maksud-maksud politik, sementara klaim objektivitas dan paling benar sendiri (truth claim) selalu dikedepankan.

Begitulah perilaku sarjana muslim yang mengadopsi pemikiran Barat. Kadang, mereka terlihat lebih orientalis dari pada orientalis kulit putih dengan turut serta mengkritisi al-Qur’an. Apakah para sarjana muslim itu tidak mau lagi membedakan martabat Alquran yang tidak memiliki problem seperti problem yang dihadapi Bible?|

MELINDUNGI generasi muda dari LGBT sudah sangat mendesak, sama mendesaknya dengan menunjukkan mereka pada literasi bahaya liberalisme. Katakan pada anak-anak kita, katakan pada generasi muda: No LGBT! No Liberalism!

Penulis : Abdul Mutaqin. Guru Sejarah Kebudayaan Islam, Pegiat Literasi, Penulis Buku Kyai Kocak VS Liberal.

 

 

 

Berita Terkait

Kelakar Prabowo Soal Isu Dikendalikan Jokowi, Sebut Tak Takut tapi Tetap Hormati Pendahulu
Prabowo Turun Gunung, KPK Pastikan Penyelidikan soal Whoosh Tetap Jalan
Akademisi Sulfikar Amir Blak-blakan Ungkap Jatah APBN untuk IKN: Duit Habis, Pembangunan Dikerjakan BUMN
Respons Menkeu Purbaya soal Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen, Sebut Ada Hubungannya dengan Arah Kebijakan Fiskal
Selain Dicap Sebagai Kota Hantu, Akademisi Ungkap Dua Isu Utama Penyebab IKN Jadi Sorotan Media Asing
10 Poin Tuntutan Aksi Demonstrasi Buruh di DPR, dari Desak UU Ketenagakerjaan hingga Minta Hentikan Badai PHK di Kalangan Pekerja
Di Balik Kasus Korupsi Gubernur Riau, Ada Pejabat Sekretaris Dinas PUPR yang Dipulangkan KPK
Beda Persiapan Timnas Indonesia dengan Brazil Jelang Laga di Piala Dunia U-17: Pupuk Mental Baja vs Pijat Sampai Tidur

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 20:40 WIB

Kelakar Prabowo Soal Isu Dikendalikan Jokowi, Sebut Tak Takut tapi Tetap Hormati Pendahulu

Kamis, 6 November 2025 - 20:36 WIB

Prabowo Turun Gunung, KPK Pastikan Penyelidikan soal Whoosh Tetap Jalan

Kamis, 6 November 2025 - 20:33 WIB

Akademisi Sulfikar Amir Blak-blakan Ungkap Jatah APBN untuk IKN: Duit Habis, Pembangunan Dikerjakan BUMN

Kamis, 6 November 2025 - 19:42 WIB

Respons Menkeu Purbaya soal Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen, Sebut Ada Hubungannya dengan Arah Kebijakan Fiskal

Kamis, 6 November 2025 - 19:39 WIB

Selain Dicap Sebagai Kota Hantu, Akademisi Ungkap Dua Isu Utama Penyebab IKN Jadi Sorotan Media Asing

Kamis, 6 November 2025 - 19:16 WIB

Di Balik Kasus Korupsi Gubernur Riau, Ada Pejabat Sekretaris Dinas PUPR yang Dipulangkan KPK

Kamis, 6 November 2025 - 19:08 WIB

Beda Persiapan Timnas Indonesia dengan Brazil Jelang Laga di Piala Dunia U-17: Pupuk Mental Baja vs Pijat Sampai Tidur

Kamis, 6 November 2025 - 18:38 WIB

Wujudkan Sekolah Islam Unggul dan Berdaya Saing di Lampung Bersama KPSI

Berita Terbaru