Oleh : Ade C Setyawan, Pengamat Industri Kreatif
Siarandepok.com- Nama Citayam Fashion Week mulai populer seiring dengan berkumpulnya anak muda yang berkumpul kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Namun sekumpulan anak muda tersebut sebetulnya dari berbagai daerah, akan tetapi terkait nama tidak terlepas dari viralnya wawancara anak muda dari Citayam di social media. Cara berpakaian yang menarik dan tentunya fashionable dianggap sebagai sesuatu daya tarik ketika orang-orang yang lain pulang kerja dengan pakaian kerjanya.
Fenomena ini juga dikaitkan dengan generasi tahun 1980-1990 yang sering mejeng di Kawasan Melawai. Atau bahkan ada yang mengkaitkan dengan trend Harajuku yang terjadi di Jepang. Setidaknya peristiwa sebelumnya memberikan pelajaran terkait dengan meningkatnya penjualan pada produk fashion serta perubahan trend yang terjadi pada anak muda sesuai zamannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kegiatan Citayam Fashion Week ternyata diketahui banyak anak muda yang menggunakan busana hasil thrifting. Memang beberapa tahun ini thrifting juga menjadi alternatif anak muda mencari pakaian yang ‘branded’ dengan harga murah agar tetap tampil gaya. Tidak aneh ketika banyak distro thrifting yang menjamur. Namun, sayangnya barang-barang thrifting tersebut adalah barang bekas pakai.
Terkait dengan maraknya pakaian bekas impor, Kementerian Perdagangan telah melarang sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dalam Pasal 2 Ayat (3) huruf d yang berbunyi, “Barang Dilarang Impor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas”. Adanya peraturan tersebut tentunya untuk melindungi konsumen serta melindungi pelaku usaha dalam negeri.
Tentunya yang patut diapresiasi dalam kegiatan Citayam Fashion Week adalah anak-anak muda yang menggunakan produk-produk lokal. Setidaknya anak-anak muda inilah yang turut serta berkontribusi mengangkat brand lokal, mulai dari pakaian, celana, topi, bahkan sepatu. Dengan menggunakan produk dalam negeri secara langsung mengangkat derajat brand lokal untuk bersaing dan tampil.
Munculnya respon agar Citayam Fashion Week kegiatannya dipindahkan ke Sarinah merupakan angin segar. Karena Sarinah selama ini dikenal sebagai etalase produk lokal. Nantinya, jika memang benar ada di Sarinah, akan terjadi ajang kreatifitas dapat tercipta. Mulai dari ajang berkompetisinya desainer, pelaku usaha produk lokal, bahkan talent-talent yang dapat menjadi model.
Dengan kolaborasi dan promosi yang bagus dengan fasilitasi pemerintah, diharapkan suatu saat nanti, anak-anak muda Indonesia mencintai produk dalam negeri. Anak-anak muda yang bangga buatan Indonesia atas produk fashionnya.
