Siarandepok.com – Demi mendukung perwujudannya truk kembali normal. Dinas Perhubungan Kota Depok melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Kota Depok, menggalakkan kebijakan normalisasi khususnya untuk kendaraan angkut yang kelebihan dengan menganjurkan pemilik memotong kendaraan angkut over dimensi.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) PKB, Dishub Kota Depok Hadian Suryana mengatakan, over dimensi yang sering terjadi menambah tinggi, lebar, dan panjang bak pengangkut barang atau menggeser axle kendaraan. Tujuannya agar dapat mengangkut lebih banyak barang meskipun tidak sesuai dengan kapasitas aslinya.
Hadian menjelaskan, Penanganan truk dengan dimensi dan muatan berlebih, atau disebut Over Dimention Over Loading (ODOL), menjadi sebuah urgensi. Oleh sebab itu, Kementerian Perhubungan RI pun mencanangkan visi Zero ODOL di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pola Pikir Keselamatan Pengemudi Truk di Jalan, sebab kecelakaan di jalan melibatkan truk. Selain kurangnya perawatan kendaraan, kelebihan dimensi dan muatan turut menjadi penyebabnya,” demikian kata Hadian ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (14/4/2021).
Selain menyebabkan kecelakaan, truk dengan dimensi dan muatan berlebih pun turut menyumbang kerugian materi dalam bentuk kerusakan jalan.
Hadian menuturkan, kebijakan ini telah dimulai sejak 1 Agustus 2018 oleh kementrian Perhubungan. Dengan adanya kebijakan ini truk pengangkut barang dengan dimensi yang tidak sesuai Surat Keputusan Rancang Bangun (SKRB) dan SRUT-nya tidak dapat lagi melenggang bebas di jalan.
“Akhirnya agar bisa memuat lebih banyak, truknya dimodifikasi. Sementara mereka tidak tahu regulasinya, begitu juga dengan pemilik barangnya. Maka itu kita sekarang kampanyekan,” ujar Hadian.
Mekanisme normalisasi menurut Hadian, adalah mengembalikan bentuk kendaraan seperti aslinya, dalam arti sesuai dengan SKRB (Surat Keputusan Rancang Bangun) yang diterbitkan saat kendaraan diproduksi.
“Mungkin dulu sewaktu beli di karoseri sudah sesuai, tetapi diubah sendiri di bengkel-bengkel, menambah panjang atau tinggi bak dan sebagainya. Sejak dicanangkan operasi normalisasi ini artinya kendaraan harus kembali ke spesifikasi awal,” jelasnya.
Hadian mengatakan bahwa normalisasi over dimensi dilakukan tanpa paksaan. Implementasi normalisasi lebih mengedepankan diskusi dan asistensi dengan pemilik kendaraan angkut barang.
“Kami berikan waktu kepada pemilik untuk bisa di kembalikan normal kembali, dipikir satu kendaraan bisa untuk macam-macam ternyata tidak bisa,” ujar Hadian.
Petugas akan memberi tanda yang menunjukkan dimensi yang seharusnya dimiliki sesuai dengan SKRB kendaraan. Perusahaan transporter pemilik kendaraan angkutan kemudian akan dihubungi dan diminta menyesuaikan kembali dimensi kendaraan sesuai dengan anjuran petugas tersebut.
Agar dapat kembali beroperasi, Hadian mengatakan, usai dinormalisasi kendaraan angkutan barang harus kembali mengurus SRUT baru. Ini karena kendaraan angkutan barang menurut undang-undang yang berlaku termasuk kendaraan bermotor yang wajib uji berkala.
“Setelah normalisasi harus buat SRUT lagi, karena agar bisa beroperasi lagi kendaraan angkutan barang yang termasuk kendaraan bermotor wajib uji harus melalui uji KIR,” ujarnya.
“Harus melalui uji KIR pertama lagi seperti kendaraan baru dan kemudian selanjutnya enam bulan sekali. Penguji tidak akan bisa melakukan pengujian jika tidak ada SRUT,” katanya.
Untuk memonitor bahwa kendaraan yang sudah dinormalisasi tidak dimodifikasi kembali sehingga over dimensi, saat uji KIR enam bulanan, isi SRUT dan buku uji akan kembali diperiksa.
Keberadaan SKRB dan SRUT-nya tidak jelas. Sementara untuk menelusuri di mana kendaraan tersebut dibeli dan di perusahaan karoseri mana kendaraan dibuat, tidaklah mudah. Sebagai solusi, SKRB kendaraan sejenis digunakan sebagai panduan.