Siaran Depok – Pandemi virus corona (Covid-19) masih menjadi sentimen utama pasar keuangan global pada pekan ini, termasuk bagi pasar keuangan dalam negeri. Meski sempat memberi euforia penyebaran Covid-19 mulai melambat, tapi kabar dari Chinamembuat pasar kembali was-was.
Hal ini tampak dari penutupan perdagangan bursa-bursa utama di Asia pada Senin kemarin (13/4/2020) yang kompak ditutup memerah. Data perdagangan mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup minus 0,54% di level 4.623.89, disusul bursa Asia lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indeks Nikkei 225 anjlok 2,33% di level 19.043, indeks Shanghai juga terkoreksi 0,49% di level 2.783, dan Straits Times di Singapura turun 0,16% di level 2.567. Pasar saham di Hong Kong dan Australia ditutup pada Senin demi perayaan liburan Hari Paskah, sedangkan pasar saham Thailand ditutup untuk Festival Songkran.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) soal penambahan jumlah kasus Covid-19 sudah satu digit persentasenya sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 10 April terjadi penambahan kasus 5,92% sehingga total menjadi 1,52 juta kasus.
Laju penambahan satu digit persentase tersebut menunjukkan penyebaran Covid-19 sudah mulai melandai secara global dan semestinya bisa menjadi kabar bagus
Sebagai perbandingan, jika melihat data dari Johns Hopkins CSSE, yang lebih real time, hingga hari Minggu (12/4) pukul 17:30 WIB, secara global ada 1,78 juta kasus. Sementara hingga Senin malam (13/4/2020), kasus positif Covid-19 secara global tembus 1,87 juta orang, per pukul 22.07 WIB.
China, yang sebelumnya sudah berhasil meredam penyebaran Covid-19 kini kembali mengalami kenaikan kasus dua kali lipat.
Komisi Kesehatan China (NHC) melaporkan pada 11 April terjadi penambahan sebanyak 99 kasus Covid-19. Angka tersebut bertambah lebih dari dua kali lipat hari sebelumnya, di mana kasus baru yang dilaporkan sebanyak 46 kasus.
Dari total kasus baru per Minggu, sebanyak 97 di antaranya merupakan kasus “impor” atau orang-orang yang baru datang ke China dari luar negeri. Sementara 2 lainnya merupakan transmisi lokal.
Berkaca dari Singapura, “serangan” virus corona gelombang kedua bisa terjadi akibat kasus “impor” dan mengakibatkan penambahan kasus yang sangat signifikan.
Singapura merupakan salah satu negara yang terpapar Covid-19 sejak awal kemunculannya, bahkan sempat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China. Tetapi, Singapura mampu meredam penyebarannya, hingga pertengahan Maret total jumlah kasus sekitar 200-an orang.
Tetapi setelahnya, Negeri Merlion menghadapi “serangan” virus corona gelombang kedua. Sebabnya, warga negara Singapura yang tinggal di Eropa maupun Amerika Serikat (AS) “mudik” setelah Eropa kemudian AS menjadi episentrum penyebaran Covid-19.
Dampaknya, Singapura mengalami lonjakan kasus, hingga Senin kemarin jumlah kasus tercatat sebanyak 2.299 kasus, melesat 1.000% dibandingkan pertengahan Maret lalu.
Zhang Wenhong, pemimpin tim penanggulangan COVID-19 Shanghai mengatakan China harus mempersiapkan diri menghadapi puncak kasus “impor”.
“Meski China sudah membuat beberapa pencapaian di tahap awal, kita perlu tetap berhati-hati dan berdeterminasi untuk memerangi pandemi ini dalam beberapa waktu ke depan” kata Zhang dalam wawancara dengan Caixin, sebagaiaman dilansir Nikkei Asian Review.
Zhang memprediksi puncak penyebaran gelombang kedua bisa terjadi setelah musim gugur atau di penghujung tahun ini.
China tentunya harus bersiap meredam penyebaran Covid-19 melalui kasus impor agar tidak terjadi “serangan” gelombang kedua seperti yang dihadapi Singapura.
Penambahan kasus di China akan menjadi perhatian beberapa hari ke depan, jika terus menunjukkan peningkatan, ada kekhawatiran akan ada penyebaran pandemi gelombang kedua di Negeri Tirai Bambu berisiko benar terjadi.
Selain dari China, Tren penyebaran kasus di Indonesia tentunya juga menjadi perhatian pelaku pasar dalam negeri. Sejauh ini, Indonesia sedang mengalami tren kenaikan, sebab kasus pertama baru dilaporkan di awal bulan Maret.
Per Senin siang kemarin, untuk kasus positif di Indonesia dalam sehari bertambah 316 orang sehingga total kasus menjadi 4557. “Yang jadi sembuh 380 orang, dan yang meninggal ada 26 orang jadi 399 orang,” lanjut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, saat memberi keterangan pers di Graha BNPB, Senin (13/4/2020).
Selain itu, Bank Indonesia yang akan mengumumkan suku bunga pada Selasa ini (14/4/2020) bisa juga bisa menjadi penggerak pasar keuangan dalam negeri. Rupiah bergerak lebih stabil belakangan ini, bahkan menguat tajam pada pekan lalu. Hal tersebut tentunya membuka peluang BI untuk kembali menurunkan suku bunga, dan bisa disambut positif oleh pelaku pasar.
Sehari setelahnya, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan data neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Maret, dan akan terlihat seberapa besar dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia.
Untuk awal-awal pekan ini, pasar sepertinya masih akan merespons detail stimulus yang diumumkan bank sentral AS (The Fed) pada Kamis lalu. Bank sentral paling powerful di dunia tersebut mengumumkan detail salah satu stimulusnya berupa pinjaman lunak ke dunia usaha senilai US$ 2,3 triliun.
Program yang diberi nama main street tersebut akan diberikan kepada perusahaan dengan jumlah tenaga kerja hingga 10.000 orang, dan pendapatan kurang dari US$ 2,5 miliar pada tahun 2019 lalu. Pembayaran pokok dan bunga pinjaman tersebut akan ditangguhkan selama satu tahun.
Selain The Fed, Uni Eropa juga mengucurkan stimulus senilai 500 miliar euro guna membantu perekonomian yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Mayoritas pasar Asia termasuk Indonesia libur hari Jumat Agung di perdagangan terakhir pekan lalu, sehingga berpeluang baru akan direspons pada Senin besok.