SiaranDepok.com– Disfungsi ereksi (DE) merupakan gangguan seksual berupa kesulitan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi. DE merupakan gangguan seksual yang paling umum pada pria.
Namun, DE sering dianggap remeh dan dianggap tabu untuk dibicarakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DE pada penderita diabetes melitus lebih tinggi. Mengapa hal ini bisa berhubungan?
Selain diabetes melitus, kegiatan bersepeda juga banyak dikaitkan dengan terjadinya disfungsi ereksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa orang beranggapan bahwa tekanan pada area sekitar alat kelamin laki-laki saat bersepeda bisa merusak saraf dan pembuluh darah dan dapat memicu terjadinya disfungsi ereksi.
Apakah hal tersebut benar atau hanya sekedar mitos?
Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD* yakni seorang guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekaligus dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes di RSUI mengatakan pada keadaan disfungsi ereksi, seseorang mengalami ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang memadai untuk melakukan hubungan seksual yang memuaskan.
“Gangguan seksual (sexual dysfunction) bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan dan jenis gangguan ini tidak hanya disfungsi ereksi,” ujar Prof Pradana.
Dikatakannya Gangguan tersebut bisa terjadi pada libidonya (keinginannya), bisa pada arousal-nya (terangsangnya) dalam hal ini pada laki-laki yaitu fungsi ereksinya terganggu, dan bisa juga gangguan pada orgasmenya (ejakulasi lebih awal, tidak bisa ejakulasi, atau ejakulasi tidak keluar dan baru keluar pada saat berkemih).
“Pasien diabetes melitus dapat mengalami disfungsi ereksi karena dua faktor, (1) faktor organik yaitu terjadi karena gangguan pada alat kelamin atau pada jaringan sarafnya,”Tambah Prof. Pradana.
Menurut Prof. Pradana Pasien yang sudah lama mengidap diabetes melitus misalnya sudah sekitar 10 tahun atau gula darahnya tidak terkontrol berisiko mengalami neuropati yang menyebabkan jaringan saraf terluka.
Kondisi ini membuat rangsangan dari otak tidak bisa tersalurkan dengan baik ke alat kelamin.
Kondisi disfungsi ereksi juga bisa terjadi karena adanya gangguan pada pembuluh darah yang kaku atau tertimbunnya plak lemak kolesterol sehingga alirah darah tidak lancar; (2) faktor gangguan psikis, misalnya adanya rasa cemas karena mengidap penyakit kronis, kurang percaya diri dan kurangnya komunikasi antar pasangan.
Prof. Pradana mengatakan bahkan kedua faktor ini kadang sulit dipisahkan.
Pasien disfungsi ereksi yang usianya masih dibawah 40 tahun seringkali diakibatkan oleh faktor psikis, sementara pada pasien yang sudah berusia 40 tahun ke atas biasanya akibat faktor organik.
Kemudian jika diakibatkan oleh faktor organik, disfungsi ereksi ini terjadi secara perlahan-lahan, sementara jika diakibatkan oleh faktor psikis, kejadian disfungsi ini terjadi mendadak, misalnya minggu kemarin masih sehat-sehat saja, lalu minggu ini tidak bisa.
Prof. Pradana mengatakan bahwa ada baiknya untuk membedakan kedua faktor ini (organik atau psikis) pasien berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu.
(Hanny)

