Oleh: Khairunnas
Siarandepok.com – Demographic dividend atau bonus demografi adalah suatu kondisi dimana populasi masyarakat akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif. Usia produktif yang dimaksud adalah rentang antara 15 hingga 64 tahun. Titik ini menjadi peluang besar bagi sebuah negara untuk meningkatkan performa ekonomi industrinya, tetapi juga sekaligus sebagai ancaman jika SDM-nya tidak disiapkan dengan baik.
Pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan untuk menyiapkan SDM Indonesia memasuki era bonus demografi. Diantaranya memperbaiki kualitas pendidikan, meningkatkan layanan kesehatan, dan mendorong terciptanya lapangan kerja. Dengan demikian, era bonus demografi yang mencapai puncaknya pada tahun 2030 diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mewujudkan Indonesia Maju pada tahun 2045 yang bertepatan dengan 100 tahun usia republik ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dalam pengelolaan program di bidang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), telah mengembangkan berbagai program untuk menyiapkan SDM Indonesia yang unggul di era bonus demografi. Beberapa program tersebut telah berjalan dengan baik dan mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Diantaranya sosialisasi GenRe (Generasi Berencana) melalui kelompok PIK-R yang menyasar kalangan remaja, Bina Keluarga Remaja (BKR) yang menargetkan orang tua yang memiliki remaja, dan Saka Kencana (Satuan Karya Keluarga Berencana) yang khusus diperuntukan bagi remaja anggota Pramuka.
Selain berbagai program yang telah disebutkan diatas, BKKBN juga mengembangkan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan literasi remaja tentang isu-isu yang terkait dengan kependudukan dan keluarga berencana. Program tersebut dikenal dengan nama Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). SSK adalah program yang mendorong sekolah untuk mengintegrasikan pendidikan kependudukan dan keluarga berencana ke dalam beberapa mata pelajaran sebagai pengayaan materi pembelajaran. Dalam program SSK terdapat pojok kependudukan sebagai salah satu sumber belajar peserta didik untuk menyiapkan dan membentuk mereka agar menjadi generasi yang berencana. Selain itu, pojok kependudukan juga bertujuan agar guru dan peserta didik dapat memahami isu kependudukan serta membantu meningkatkan keterampilan guru dalam mengintegrasikan isu kependudukan ke dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
SSK adalah upaya untuk mengimplementasikan secara operasional program pengendalian kependudukan dan keluarga berencana dengan program-program pendidikan yang ada di sekolah. SSK mengintegrasikan isu-isu kependudukan dan keluarga berencana dalam proses pembelajaran agar dapat dikelola dari dan oleh penyelenggara pendidikan melalui pemberdayaan sekolah serta memberikan kemudahan atau akses terhadap anak didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan khususnya di bidang kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi serta program sektor lainnya yang terkait dengan kebutuhan anak didik.
Pembentukan SSK merupakan bukti dari upaya serius pemerintah dalam menyikapi akan datangnya era bonus demografi di Indonesia yang puncaknya akan terjadi pada tahun 2030 mendatang. Diperkirakan, pada era itu, jumlah penduduk Indonesia yang berada pada usia produktif (15-64 tahun) proporsinya lebih dari 50 persen dari kelompok usia non produktif (0-14 tahun dan > 65 tahun). Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan generasi yang berkualitas mulai saat ini, agar tenaga kerja yang melimpah pada saat itu mampu membawa berkah bukan malah menjadi malapetaka. Caranya, dengan menyelesaikan berbagai persoalan kependudukan yang dihadapi Indonesia dewasa ini.
Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini bukan hanya soal rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar penduduk dan tingginya laju pertumbuhan penduduk yang memicu pengangguran, tetapi juga kualitas kesehatannya yang masih rendah yang ditandai dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta banyaknya persoalan yang dihadapi remaja terkait dengan pergaulan bebas, pernikahan dini, penyalahgunaan napza dan sebagainya. Menurut hemat saya, disinilah perlunya upaya menghadapi datangnya era bonus demografi secara bijak melalui pendidikan kependudukan pada generasi muda, terutama siswa di sekolah, agar mereka menyadari persoalan yang akan dihadapi di era mendatang terkait dengan melimpahnya tenaga kerja.
Melalui SSK, seluruh steak holder yang bergerak di bidang kependudukan dan keluarga berencana bisa mendorong siswa untuk tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan kesadaran serta sikap dan perilaku yang berwawasan kependudukan. Oleh sebab itu, tujuan yang diharapkan dari adanya program SSK ini, selain untuk memupuk kesadaran siswa akan kondisi kependudukan di wilayah tempat tinggalnya masing-masing, juga untuk menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan perilaku adaptif mereka berkaitan dengan dinamika kependudukan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan, lebih dari itu SSK bertujuan untuk mengembangkan sikap yang tepat pada siswa dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah-masalah kependudukan yang kelak akan mereka hadapi saat dewasa. Dalam konteks inilah, siswa perlu diajak untuk bersikap: (1) Saya Sadar (I aware) mengenai perkembangan jumlah penduduk dunia, kebutuhan dan ketersediaan air, pangan dan energi, (2) Saya Peduli (I care) mengenai isu-isu kependudukan, serta (3) Saya Melakukan (I do) langkah-langkah aksi nyata melalui perilaku hidup yang berwawasan kependudukan.
Program SSK diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik khususnya pada bidang kependudukan dan keluarga berencana, sehingga mereka siap menghadapi tantangan yang cukup berat di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sekolah yang selama ini dianggap sebagai satu-satunya agen perubahan (agent of change) secara formal di Indonesia, harus segera mengambil langkah-langkah serius dalam mengembangkan kurikulum yang kontekstual dengan isu-isu kependudukan. Dengan demikian, masalah-masalah sosial yang umumnya berpangkal pada soal kepedudukan dapat diatasi dengan baik. Semoga!
• Bekerja di BKKBN